12/12/12

Memulai Usaha Industri Kreatif

Bagaimana Memulai Usaha Industri Kreatif, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelum yaitu dengan konsep "triple helix" (Akademis, Bisnis dan Pemerintah) sebagai atapnya, ada referensi buku untuk lebih mengerti industri kreatif ini, lihat di bawah ini :  

Bagaimana Memulai Usaha Industri Kreatif

Read More »

Konsep Awal Indutri Kreatif

Pada awal 1990, kota-kota di Inggris mengalami penurunan produktivitas dikarenakan beralihnya pusat-pusat industri dan manufaktur ke negara-negara berkembang yang menawarkan bahan baku, harga produksi dan jasa yang lebih murah. Menanggapi kondisi perekonomian yang terpuruk, calon perdana menteri Tony Blair dan New Labour Party menawarkan agenda pemerintahan yang bertujuan untuk memperbaiki moral dan kualitas hidup warga Inggris dan memastikan kepemimpinan Inggris dalam kompetisi dunia di milenium baru, salah satunya dengan mendirikan National Endowment for Science and the Art (NESTA) yang bertujuan untuk mendanai pengembangan bakat-bakat muda di Inggris.
Setelah menang dalam pemilihan umum 1997, Tony Blair sebagai Perdana Menteri Inggris melalui Department of Culture, Media and Sports (DCMS) membentuk Creative Industries Task Force yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kontribusi industri kreatif terhadap perekonomian Inggris. Pada tahun 1998, DCMS mempublikasikan hasil pemetaan industri kreatif Inggris yang pertama, dimana industri kreatif didefinisikan sebagai: those industries which have their origin in individual creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content. Definisi DCMS ini selanjutnya banyak diadopsi oleh negara-negara lain, termasuk Indonesia.
Pendekatan Pendefinisian Definisi Industri Kreatif

Di Indonesia, Industri kreatif didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.


Model Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia

Model pengembangan ekonomi kreatif yang dikembangkan untuk Indonesia berupa bangunan yang terdiri dari komponen pondasi, 5 pilar, dan atap yang saling menguatkan sesuai dengan fungsinya masing-masing. Penjelasan komponen-komponen bangunan ekonomi kreatif adalah sebagai berikut :

PONDASI: People (Sumber Daya Insani), aset utama dari industri kreatif yang menjadi ciri hampir semua subsektor industri kreatif
LIMA PILAR UTAMA yang harus diperkuat dalam mengembangkan industri kreatif adalah:

1. Industry (Industri)yaitu kumpulan dari perusahaan yang bergerak di dalam bidang industri kreatif
2. Technology (Teknologi) yaitu enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam bentuk karya nyata.
3. Resources (Sumber Daya) yaitu input selain kreativitas dan pengetahuan individu yang dibutuhkan dalam proses kreatif, misal: sumber daya alam, lahan
4. Institution (Institusi) yaitu tatanan sosial (norma, nilai, dan hukum) yang mengatur interaksi antara pelaku perekonomian khususnya di bidang industri kreatif
5. Financial Intermediary yaitu lembaga penyalur keuangan

ATAP : Bangunan ekonomi kreatif ini dipayungi oleh interaksi triple helix yang terdiri dari Intellectuals (Akademis), Business (Bisnis), dan Government (Pemerintah) sebagai para aktor utama penggerak industri kreatif.

-  Intellectual, kaum akademis yang berada pada institusi pendidikan formal, informal dan non formal yang berperan sebagai pendorong lahirnya ilmu dan ide yang merupakan sumber kreativitas dan lahirnya potensi kreativitas insan Indonesia.
-  Business, pelaku usaha yang mampu mentransformasi kreativitas menjadi bernilai ekonomis
- Government, pemerintah selaku fasilitator dan regulator agar industri kreatif dapat tumbuh dan berkembang

The Triple Helix

Analisis Triple Helix pertama kali diungkapkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff, dan kemudian diulas lebih lanjut oleh Gibbons et al (1994) dalam The New Production of Knowledge dan Nowotny et al (2001) dalam Re-Thinking Science.

Dalam ekonomi kreatif, sistem Triple Helix menjadi payung yang menghubungkan antara Cendekiawan (Intellectuals), Bisnis (Business), dan Pemerintah (Government) dalam kerangka bangunan ekonomi kreatif. Di mana ketiga helix tersebut merupakan aktor utama penggerak lahirnya kreativitas, ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri kreatif. Hubungan yang erat, saling menunjang, dan bersimbiosis mutualisme antara ke-3 aktor tersebut dalam kaitannya dengan landasan dan pilar-pilar model ekonomi kreatif akan menentukan pengembangan ekonomi kreatif yang kokoh dan berkesinambungan.
Read More »

Tata Ruang Bagi Orang Awam

Apakah “tata ruang”  terutama bagi kita yang tidak berprofesi di bidang arsitektur dan perkotaan?  Mungkin tata ruang terdengar asing bagi seorang ibu rumah tangga, dokter gigi, pengacara atau pedagang kaki lima. Tata ruang seolah bukan bagian dari kehidupan, dan hanya urusan segelintir spesialis. Apakah benar demikian?

Tanpa sadar maupun tidak sadar, hampir seluruh aspek hidup perkotaan diatur oleh tata ruang. Ketika berjalan di trotoar Jalan Raya, pernahkah anda bertanya-tanya, mengapa ukurannya 1 meter, dan bukannya 3 meter supaya anda lebih nyaman berpindah kafe satu ke kafe lain? Atau ketika misalnya tiba-tiba ada pom bensin baru muncul mendadak, apakah anda sadar kalau sebetulnya pom bensin itu menempati area yang sebetulnya untuk ruang hijau? Atau ketika tiba-tiba di bulan Februari tahun depan, banjir Melanda Kota Sumedang pernahkah anda bertanya, mengapa demikian? Jika masuk kedalam lingkungan rumah, pernahkan anda bertanya-tanya mengapa tiba-tiba disamping rumah bisa ada mini market menempel dengan batas jalan? Bolehkah itu semua dilakukan.

Dan saat tersadar, ternyata semuanya itu berhubungan dengan Tata Ruang. Dan akhirnya pun Tata Ruang tidak menjadi eksklusif milik arsitek, pemerintah, maupun calon investor superblok terbaru, tetapi tata ruang juga mempengaruhi kehidupan seluruh warga kota. Tata ruang pun tidak berhenti hanya diperlukan saat ingin membangun rumah, tapi lebih dari itu, seperti: mengatur ketinggian bangunan, kepadatan, rasio ruang hijau, hingga peruntukan bangunan dan tipe trotoar.

Tata ruang sedikit banyak mengantarkan  ke arah tertentu. Jika ingin memadatkan demi mendapatkan ruang terbuka hijau lebih banyak, maka simbol-simbol dan angka-angka dalam tata ruang dapat diatur sedemikian rupa, demi tercapainya tujuan itu. Atau jika ingin seluruh Jakarta menjadi ala Menteng dan Kebayoran, maka angka-angka dan aturan-aturan itu bisa dirubah. Walaupun memang dalam prakteknya tidak segampang membalikkan telapak tangan.

Lalu apa saja yang setidaknya perlu diketahui?

Sebenarnya sangat mudah dan praktis serta dekat dengan keseharian. Sebuah rumah selayaknya memiliki ruang terbuka, baik untuk ketersediaan air tanah dan sinar matahari cukup–dengan begitu rumah akan menjadi sehat. Dan itu ternyata diatur oleh apa yang disebut Koefisien Dasar Bangunan atau KDB, yang pengetian resminya adalah: angka persentase perbandingan luas lantai dasar dengan luas lahan. Jadi jika memiliki lahan sebesar 1000 m² dengan KDB sebesar 60%, maka luas lantai dasar yang boleh dibangun adalah 600m², dan sisa 400 m² menjadi ruang terbuka. Dan dalam prakteknya sebaiknya ruang terbuka itu tidak didominasi oleh perkerasan, supaya cita-cita luhur diatas tercapai. Tak hanya disitu, KDB pun dibantu oleh apa yang disebut Garis Sempadan Bangunan (GSB), yang intinya garis batas yang ditarik dari batas terluar kapling, yang memisahkan antara bagian yang boleh dibangun dan tidak dibangun. Jika memiliki GSB sebesar 3 meter, maka daerah yang tak terbangun pun adalah 3 meter dari batas terluar kapling.

Yang tak kalah penting adalah ketinggian bangunan, yang turut diatur dalam Tata Ruang. Jadi jika tetangga tiba-tiba merenovasi rumah menjadi 4 lantai, sementara menurut Tata Ruang hanya diperbolehkan 2 lantai, maka tetangga tersebut telah melanggar, dan jika anda peduli maka anda berhak melapor kepada Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan yang berada di Dinas Tata Ruang PUK Kabupaten. Sinar matahari dan aliran udara merupakan suatu yang berharga, karenanya ketinggian bangunan menjadi faktor penting.

Selain itu, keserasian dan keselarasan bangunan dalam mendapatkan akses terhadap sinar matahari, diatur pula oleh apa yang disebut Koefisien Lantai Bangunan (KLB): atau adalah total keseluruhan luas lantai yang boleh dibangun. KLB juga berfungsi mengontrol kepadatan, dan iapun sensitif terhadap sumber daya, misalnya air. Jadi misalnya di daerah yang merupakan daerah resapan air, maka ketentuan KLB dan KDB akan lebih rendah dibandingkan daerah Kota Sumedang yang menjadi pusat kegiatan.

Apakah anda yang tinggal dalam wilayah administratif Kota Sumedang, maka dapat pula melihat KDB, KLB, Ketinggian Bangunan, Peruntukan, hingga Garis Sempadan di hampir seluruh daerah Kota Sumedang. Kumpulan informasi berupa peta itu disebut sebagai Lembaran Rencana Kota, disertai penjelasan, dan peta itu penuh dengan istilah dan singkatan ajaib, seperti: Wsd, Kkt, Wtm, serta angka-angka. Dan mungkin ini bisa menjadi masukan bagi Dinas Tata Ruang untuk lebih memasyarakatkan Situs Mengenai Rencana Tata Ruang Kota Sumedang secara detail melalui "situs internet".
Read More »

29/11/12

Desa Inovatif atau Sida Merupakan Langkah Yang Tepat Bagi Pembangunan Desa

Telah banyak model perkembangan dan pembangunan desa dimulai dengan model : Tipologi Desa, Desa Tertinggal, Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), PNPM Mandiri Pedesaan yang masih berjalan dan yang terakhir dengan Model Pengembangan "Desa Inovatif" atau Sistem Inovasi Daerah (SiDa)

Program ini kini menjadi ramai di seluruh Indonesia. Sejak ditandatangani Peraturan Bersama Menteri Riset dan Teknologi dengan Menteri Dalam Negeri, Nomor 03 tahun 2012 dan Nomor 36 tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah.. Progam ini awalnya merupakan pemikiran Institusi pendidikan untuk pengabdian kepada masyarakat Seperti ITB, IPB, UGM, Unsoed dsb dengan konsep four helix (akademisi, bisnis, pemerintahan, dan komunitas) dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi daerah.

Apa itu Desa Inovatif. Desa inovatif adalah desa yang mampu memanfaatkan sumber daya desa dengan cara baru. Guna mengatasi tantangan tersebut, dibutuhkan peran aparat desa yang mampu menciptakan inovasi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Inovasi aparat desa, dimaknai sebagai pembaharuan dalam hal pemberdayaan potensi lokal desa, teknologi berbasis lokal, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Lalu bagaimana desa inovatif ini dikembangkan pada desa-desa lainnya? sudah barang tentu tiap desa tidak mempunyai potesi dan karakteristik yang sama. 

Ada Beberapa langkah yang diperlukan untuk membangun Desa Inovatif adalah sebagai berikut:

1. Para pemuda dari berbagai bidang keahlian (sarjana) dan keterampilan di desa tersebut berdiskusi dengan perangkat desa dan pihak terkait untuk mengkaji potensi desa dan produk unggulan desa tersebut.

2. Setelah dipahami dan disepakati potensi dan produk unggulan yang sangat berpotensi untuk mendorong pembangunan di desa tersebut, maka kemudian para pemuda, perangkat desa dan pihak-pihak yang terkait membicarakan hal ini dengan warga di desa tersebut Dalam perkumpulan atau rembug desa tersebut disusunlah program-program pengembangan desa, \dengan menggunakan asset lokal yang sudah ada. Kegiatan difokuskan pada potensi lokal yang ada dan pemberdayaan masyarakat setempat. Program-program disusun mulai dari program hulu (sarana dan prasarana, perbaikan budidaya dll) sampai hilir (pengolahan, pemasaran dll). Bentuk pemasaran juga perlu didiskusikan dalam rembug desa tersebut. Salah satu model pemasaran yang dapat diterapkan adalah model pemasaran bersama baik secara langsung maupun menggunakan teknologi informasi.

3. Dikembangkan teknologi tepat guna untuk produk unggulan terpilih untuk mendukung keberhasilan Desa Inovatif. Selain produk unggulan sebagai inti pengembangan, juga perlu dikembangkan hal-hal lain yang dapat mendorong pengembangan desa. Dengan demikian, setiap warga desa dapat mengembangkan usahanya sesuai dengan keterampilan dan minatnya. Pada dasarnya desa inovatif melahirkan program-program pemberdayaan yang sifatnya baru dan melahirkan para usahawan baru. Tentu saja dibutuhkan pendamping baik dari para penyuluh pertanian maupun universitas dan pihak-pihak lainnya atau dengan kata lain Four Helix (akademisi, bisnis, pemerintahan, dan komunitas)

4. Pelaksanaan program-program yang telah disepakati bersama secara konsisten oleh semua pihak yang terkait di desa tersebut.

5. Perlu dilakukankan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program, sehingga segala kekurangan/kelemahan yang terjadi dapat segera diantisipasi.
Kunci dari pengembangan desa inovatif adalah para pemuda yang bertindak sebagai inisiator dengan didampingi Kepala Desa yang harus fasilitatif.

Banyak manfaat yang dapat dipetik dari pengembangan Desa Inovatif ini.
Contoh-contoh Desa Inovatif dapat Dilihat Video-video Dibawah ini :
1. Model Desa Inovatif Demak

2. Model Desa Inovatif Biofarmaka Karang Anyar

3. Model Desa Inovatif Kacang Jepara

4. Model Desa Inovatif Kentang Banjarnegara

5. Model Desa Inovatif Krenova Pekalongan

6. Model Desa Inovatif Cor Logam Klaten
Read More »

DPR Mengatakan Raperda Kawasan Perkotaan Jatinangor Tidak Urgent

Menjelang akhir tahun 2012 DPRD kabupaten sumedang menetapkan Perda 2 yang yang berhubungan dengan tata ruang dan 2 Raperda belum selesai dibuat, yaitu :

- Perda Penataan Wilayah Kecamatan di Sumedang.
- Keputusan berpindahnya Desa Cicarimanah dari semula di Kecamatan Tomo menjadi ke Kecamatan Situraja untuk mempermudah aktivitas ekonomi dan social penduduknya.

 DPR Mengatakan Raperda Kawasan Perkotaan Jatinangor Tidak Urgent dan 2 Perda yang belum tuntas dibuat oleh DPR yaitu Raperda Koridor Jalan Tol dan Raperda Kawasan Perkotaan Jatinangor.

Perda Perda Penataan Wilayah Kecamatan di Sumedang merupakan perda yang mutlak untuk mengontrol perkembangan perwilayahan di Kabaputen Sumedang. Sementara perda penunjang yaitu Keputusan berpindahnya Desa Cicarimanah dari semula di Kecamatan Tomo menjadi ke Kecamatan Situraja untuk mempermudah aktivitas ekonomi dan social penduduknya, reperda Raperda Koridor Jalan Tol, raperda Kawasan Perkotaan Jatinangor.

DPR mengatakan pada 2012 pun DPRD masih mempunyai pekerjaan rumah yang belum tuntas yaitu dibuatnya dua perda yaitu Raperda Koridor Jalan Tol dan Raperda Kawasan Perkotaan Jatinangor.

“Dua raperda ini belum urgen dibahas karena rencana pembentukan atau pembangunan wilayah tersebut belum matang sempurna,” kata Otong.(m.inilah..com)

Dalam Raperda Kawasan Perkotaan Jatinangor saya kira lebih urgent karena ada beberapa faktor untuk mengontrol keseimbangan tata ruang kota di Wilayah kota jatinangor. Seperti kita ketahui kota ini oleh Pemda Propinsi Jawa Barat dijadikan kota Pendidikan Tinggi di Jawa Barat. Sudah barang tentu akan menjadi "counter magnet" bertambahnya jumlah penduduk, fasilitas perdagangan, perumahanan (rumah sewa dan rumah susun).

Dilain pihak mencuatnya KPJ (Kawasan Perkotaan Jatinangor) baik di media massa ataupun blog-blog nampaknya tulisan permasalahan seputar Kota Jatinangor terus bermunculan. Masalah-masalah lain : lokasi sampah, debit air karena sumur artesis, dan masalah penggunaan tata guna lahan lain padahal perkembangan kota ini lebih cepat daripada kota sumedang sendiri. apa karena alasan politis DPR menunda dulu raperda kawasan perkotaan jatinangor.
Read More »

Sebagian Besar Kecamatan Di Kabupaten Sumedang Belum Miliki RDTR

Sebagian besar wilayah Kecamatan di kabupaten sumedang belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Padahal, RDTR tersebut sangat penting sebagai penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang.

Dengan RDTR, pengaturan tata ruang di wilayah kecamatan bisa lebih jelas dan terperinci. Seperti halnya, tata ruang pemukiman, perkantoran, industri serta pertambangan.

“Melalui RDTR, penggunaan lahan di wilayah kecamatan bisa lebih jelas dan terperinci sesuai peruntukan dan situasi serta kondisi daerah,” ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kab. Sumedang, Dr. Ir. Sujatmoko ketika ditemui di ruang kerjanya, Selasa (20/11).

Ia menyebutkan, dari 26 kecamatan di Kab. Sumedang, baru Kecamatan Paseh yang memiliki RDTR, itu pun RDTR lama. Sementara 5 kecamatan yang masuk ke dalam cekungan Bandung, yakni Jatinangor, Sukasari, Tanjungsari, Pamulihan dan Cimanggung, baru sebatas proses pembuatan RDTR.


Pembuatan RDTR itu mengacu pada RTRW secara nasional. “Kecamatan lainnya, sampai sekarang belum punya RDTR,” ujar Sujatmoko.

Bahkan Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan yang masuk kawasan Sumedang kota sekaligus pusat ibu kota kabupaten, lanjut dia, hingga kini belum punya RDTR.

Sementara berbagai pembangunan fisik sebelumnya, seperti pusat pemerintahan, perkantoran, bisnis serta pemukiman, mengacu pada RTRW.

Seharusnya, semua pembangunan tak hanya mengacu pada RTRW saja, melainkan tata ruangnya harus dijabarkan lebih jelas dan terperinci lagi melalui RDTR.

“Kalau RTRW masih bersifat umum mencakup wilayah kabupaten. Sedangkan RDTR, lebih terperinci sampai kecamatan,” katanya.

Lebih jauh .Sujatmoko menjelaskan, setelah dibuat RDTR di setiap kecamatan, idealnya diperjelaskan lagi dengan membuat Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) hingga terakhir membuat zonasi.

Zonasi itu semacam blok-blok lahan yang sudah ditentukan peruntukannya. Terlebih zonasi tersebut menjadi acuan untuk mengambil keputusan diizinkan tidaknya membangun serta melakukan kegiatan lainnya di satu daerah.

“Ketika di satu zonasi peruntukan lahannya untuk pemukiman, berarti dilarang membangun kawasan industri atau pertambangan. Zonasi itu pun menjadi acuan kami untuk merekomendasikan permohonan izin dari masyarakat yang diproses di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan (BPMPP). Dengan zonasi, kita tinggal merekomendasikan dilarang membangun pabrik, jika di dalam zonasi tersebut lahannya untuk pemukiman,” tuturnya.

Ia menambahkan, mengingat begitu pentingnya pembuatan RDTR, sehingga Pemkab Sumedang dan DPRD dari sekarang harus menganggarkan pembuatan RDTR di 26 kecamatan. Apalagi sekalian dengan membuat RTBL dan zonasi.

“Jika RDTR, RTBL dan zonasi sudah dibuat, penggunaan lahan, pembangunan serta kegiatan lainnya di Sumedang bisa lebih jelas dan terarah sesuai tata ruang. Ketika semua penggunaan lahan sesuai tata ruang, diyakini tidak akan terjadi dampak lingkungan serta gejolak masyarakat,” ujar Sujatmoko.(PR Online)

Read More »

08/09/12

Pasar Kota Sumedang Akan Segera Di Renovasi Menjadi Pasar Semi Modern

Pasar Inpres Sumedang di Jln. Mayor Abdurahman, Taman Telor Sumedang, akan segera dibangun menjadi pasar semi modern. Pasalnya, kondisi pasar tersebut dinilai tidak nyaman, kotor, kumuh dan semrawut. Bahkan fisik bangunannya dinilai memprihatinkan. 

Selain bangunannya sudah lapuk dimakan usia, juga jumlah pedagangnya overload atau melebihi kapasitas bangunan pasar, termasuk PKL (Pedagang Kaki Lima).

“Kita tidak memungkiri, memang kondisinya seperti itu. Makanya, kita akan secepatnya membangun pasar tradisional ini (Pasar Inpres) menjadi pasar semi modern yang refresentatif, aman, nyaman, bersih, hygienis dan luas. Sehingga, pedagang dan konsumennya merasa nyaman beraktivitas. Bahkan pak bupati sudah memerintahkan supaya segera membangun pasar modern ini sekaligus direspon positif oleh dewan. Kita menargetkan, 2013 nanti sudah mulai pembangunan,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kab. Sumedang, Drs. H. Ramdan R. Dedy., M.Si., ketika ditemui di kantornya, Kamis (6/9).
Ia mengatakan, kerusakan bangunan Pasar Inpres dinilai parah karena bangunannya dinilai terlampau tua. Dibangun sejak 1983, hingga kini atau hampir 30 tahun lamanya belum pernah direhab total. 

Kayu-kayu atapnya banyak yang lapuk, genting dan talang airnya bocor, termasuk saluran airnya pun rusak hingga tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, penanganannya tidak bisa sebatas diperbaiki saja, melainkan harus dibangun total dan permanen dengan membangun pasar semi modern. 

Terlebih jumlah pedagangnya overload. Dari jumlah kios dan los di Pasar Inpres sebanyak 1.200 unit, jumlah pedagangnya kini mencapai 1.800 orang, termasuk PKL. Tak ayal, para PKL tumpah ke badan jalan hingga sebagian menempati lahan parkir di Taman Endog.
“Makanya, anggaran perbaikan yang sedianya akan dicairkan tahun ini Rp 2 miliar, saya cancel (tolak). Justru, saya akan membangun pasar tradisional ini menjadi pasar semi modern,” kata Ramdan.

Namun, dikarenakan anggaran pembangunannya cukup besar sehingga diyakini tidak akan mampu dibiayai dari APBD kabupaten. Untuk mewujudkan pembangunannya, pembiayaannya akan menggunakan dana investor. 

Dana yang dibutuhkan, diperkirakan mencapai Rp 70 miliar. Anggaran sebesar itu, sehubungan Pasar Inpres semi modern, akan dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana serta fasilitas umum yang memadai. Bahkan lokasinya akan diperluas. Dari luas lahan 2 hektare, akan ditambah satu hektare dengan membebaskan lahan.

“Saya ingin Pasar Inpres semi modern ini menjadi ikon pasar di Sumedang, sekaligus pilot project pasar lainnya. Bahkan pasar semi modern ini harus bisa menyaingi pasar modern atau supermarket. Tak hanya menjual barang-barang kebutuhan masyarakat saja, melainkan ada tempat rekreasi keluarga serta restoran. Tahun depan, kita akan bangun dua pasar semi modern sekaligus, yakni Pasar Inpres Sumedang dan Pasar Tanjungsari. Kita akan mencari investor yang bonafid dan profesional sesuai ketentuan,” tuturnya.

Menyinggung hal itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kab. Sumedang, Hendrik Kurniawan mengatakan, sebetulnya dewan dari dulu berkeinginan supaya pasar tradisional di Sumedang dibangun menjadi pasar semi modern. 

Pasalnya, sarana dan fasilitas pasar tradisional saat ini, sangat terbatas dan kurang nyaman. Akibatnya, pasar tradisional tidak memiliki daya saing di tengah serbuan pasar modern saat ini.

“Kondisinya, hidup enggan mati pun tak mau. Supaya pasar tradisional ini punya daya saing, tak ada cara lain kecuali harus dibangun pasar semi modern supaya pedagang dan konsumen merasa nyaman. Kita dukung dan dorong pembangunan pasar semi modern ini. Jika tidak, lambat laun pasar tradisional akan ditinggalkan masyarakat. Namun, dikarenakan biayanya cukup besar sehingga perlu dana investor. Kalau mengandalkan APBD, tidak bakalan mampu,” tutur Hendrik. (A-67/A-89)
Read More »

TPSA Kota Sumedang Sudah Penuh Dibenahi atau Dialokasikan?

Tempat pembuangan akhir sampah kota Sumedang dan sekitarnya yang berada di galudra Desa Cibeureum Sumedang nampak sudah hampir 70 % terisi tumpukan sampah kota sumedang dan sekitar. Tempat Pembuangan Akhir Sampah Cibeureum yang mulai dibangun pada 2005 ini mempunyai luas area 10 ha dan kini sudah terisi sampah lebih dari setengahnya atau sekitar 6,7 Ha. Total timbunan sampahnya mencapai 23.675 meter kubik diukur dari ketebalan tumpukan sampah dan luas area.(1)

Pengelolaan sampah yang diterapkan pada TPA sampah ini adalah control land field yaitu mengubur tanah ke dalam galian yang sudah disiapkan sebelumnya sehingga tanah kembali menjadi rata dan tidak ada tumpukan sampah. Jika sudah rata, maka area ini masih bisa dijadikan tempat buangan sampah.

Tempat pembuangan akhir sampah Cibeureum diperkirakan akan melewati volume ambang batas pada tahun 2015.  Sehingga diperlukan di alokasikan  atau di benahi tempat pembuangan akhir sampah Cibeureum ini. Pemilihan calon lokasi alternatif tempat pembuangan akhir sampah mungkin jadi bahan pertimbangan  sebagai alternatif baru jika lokasi tempat pembuangan akhir sampah akan dipindahkan. Pemilihan lokasi TPA sampah ini harus memenuhi 3 kriteria yaitu penyaringan regional, penyisih dan mencari daerah layak sebagai lokasi TPA yang baru dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Sumedang.(die)
Read More »

28/08/12

Sampah Pasca Lebaran Menumpuk Di Wilayah Kota Kecamatan Jatinangor

Sampah Pasca Lebaran pada H+4 atau hingga Kamis (23/8) terlihat menumpuk di sejumlah titik di wilayah Kec. Jatinangor, Kab. Sumedang dan di sejumlah titik di wilayah timur Kab. Bandung.

Di wilayah Jatinangor, tumpukan sampah yang umumnya sampah rumah tangga telihat di depan kampus ITB dan Unpad Jatinangor, di kawasan Cikuda dan di tugu batas Kab. Sumedang-Kab. Bandung. Hingga saat ini belum kelihatan tumpukan sampah tersebut diangkut.

Hal serupa telihat di sejumlah titik di wilayah timur Kab. Bandung. Antara lain tumpukan sampah di pinggir Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, depan dan samping Rancaekek Trade Center (RTC) sehingga masyarakat dan pedagang di RTC mulai terusik.

Pemantauan "GM" Kamis (23/8), tumpukan sampah di sekitar RTC selain mengganggu kenyamanan para pengunjung, juga meluber ke jalan sehingga banyak sampah bertebaran di tengah jalan. Tumpukan sampah kakaren Lebaran tersebut belum ada tanda-tanda akan diangkut dan dibersihkan petugas kebersihan Kab. Bandung.

Di depan RTC

Salah seorang pedagang yang mangkal di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, Tedi (35) mengatakan, sudah beberapa hari sampah berluberan di pinggir jalan. Selain itu, lanjut Tedi, keberadaan sampah yang berada di samping dan depan RTC jelas tidak enak dipandang terutama bila setiap ada truk pengangkutan sampah. Setiap pengunjung harus menutup hidungnya.

"Seharusnya keberadaan sampah dipindahkan jangan di depan RTC. Selain mengganggu pemandangan juga merusak lingkungan sekitarnya. "Saya heran, RTC yang sudah bagus namun penanganan sampah justru terabaikan" kata Tedi.

Hal senada disampaikan pedagang lainnya, Eman (43) mengatakan, tumpukan sampah sudah beberapa hari menumpuk dan dibiarkan belum diangkut mengundang bau tidak sedap. "Sampah sejak beberapa hari ini dibiarkan menumpuk dan belum ada perhatian dari pengelola RTC," katanya.

Sementara itu, Direktur Operasional RTC, Victor Pamungkas saat dikonfirmasi "GM" menyatakan, sebenarnya pihak RTC merasa keberatan dengan adanya pembuangan sampah yang berada di depan dan samping gedung RTC tersebut.

"Kami sudah berulang kali meminta agar dipindah. Selain terlihat kotor, juga bisa merusak lingkungan sekitarnya. Kami menyayangkan ada sejunlah warga membuang sampah seenaknya di lokasi tersebut. Ini sudah jadi perhatian kami, selaku pengelolal RTC," kata Victor.

Sumber : www.klik-galamedia.com

“Masalah-masalah aktual yang terjadi sekarang karena masalah yang dahulu tidak diatasi"
Read More »

18/08/12

Konflik Perdagangan Kaki Lima (K-5) Dalam Penataan Kota Sumedang

Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan di media massa di beberapa daerah dan kota besar upaya penataan kota sering kali terlihat konflik fisik antara aparat pemerintah dengan pedagang kaki lima (PKL) atau pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat penertiban ataupun penataan kota.

Penertiban ataupun penataan kota dilakukan oleh pemerintah dalam rangka upaya penataan kota agar tempat-tempat umum terlihat rapi, nyaman, aman dan kondusif sehingga sumua elemen masyarakat dapat menikmati suasana perkotaan yang indahh, nyaman dan aman . Hal ini seringkali berlawanan dengan kepentingan pedagang dalam hal ini pedagang kaki lima (PKL) dimana aspek ekonomi menjadi satu-satunya alasan tempat umum tersebut dijadikan areal perdagangan. 

Upaya penataan kota yang dilakukan pemerintah dilaksanakan guna mencipatakan lingkungan perkotaan yan rapi, indah dan nyaman bagi kepentingan masyarakat. Sedangkan bagi pedagang kaki lima (PKL) tempat yang dinilai strategis tentunya tempat-tampat yang ramai dilewati oleh masyarakat sehingga pedagang kaki lima (PKL) mendapatkan keuntungan dari hasil perdagangannya. penataan kota yang dihadapkan pada dua sisi yakni keindahan, kenyamanan dan ketertiban serta sisi ekonomi bagi para pedagang kaki lima (PKL).

Pengalokasian Pedagang Kaki Lima di Kota Sumedang Sebelumnya

Adanya tugas dan kewenangan pemerintah dalam menciptakan lingkungan perkotaan yang nyaman, asri dan indah disatu sisi dan kepentingan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga pedagang kaki lima seringkali menimbulkan konflik. Pemerintah Kabupaten Sumedang sudah  pernah beberapa kali mengalokasikan masalah Pkl k-5 ini pada tahun antara tahun 2008-2010, yaitu : pengalokasian pusat jajan sumedang di sekitar pertigaan jalan panyingkiran, pengalokasian K-5 di sekitar bekas terminal lama, namun hal ini tidak berjalan lama, karena para pedagang K-5 kembali ketempat semula karena menurut mereka tempat yang menghasilkan ditempat lama. Pemkab Sumedang sudah barang tentu dalam mengalokasikan masalah pedagang kaki lima didasari pertimbangan aksesisibelitas dan faktor ketersedian lahan agar tidak menganggu kondisi lalul lintas di sepanjang koridor jalan tersebut.

Permasalahan Pedagangan K-5 di Kota Sumedang Sekarang

Para pedagang K-5 yang ada sekarang dapat di kelompokkan menjadi 2 kelompok besar, yaitu  :

1. Perdagangan kaki 5 di sekitar CBD distric pemerintahan, yaitu di alun-alun kota Sumedang, pengalokasian pedagang K-5 di alun-alun ini sejak Bupati Sumedang Drs. Don Murdion, MM, SH memperbolehkan Alun-alun digunakan sebagai tempat berjualan dilihat dari berbagai sudut kepentingan. Namun tak jarang alun-alun ini menjadi kotor oleh sampah. Pada tahun-tahun sebelumnya di dalam alun-alun Sumedang tidak pernah dipergunakan sebagai tempat perdagangan K-5 yang berjualan hanya di luar alun-alun saja (di trotoar seputar alun-alun).
Kondisi tersebut, merusak pemandangan wajah Alun-alun Sumedang. Padahal, alun-alun itu berada di tengah-tengah pusat pemerintahan. Bahkan di tengahnya, terdapat situs bersejarah Lingga yang menjadi ciri khas Alun-alun Sumedang sekaligus ikon Kabupaten Sumedang.  Jadi, sudah saatnya alun-alun ini dibenahi dan ditata lagi supaya bisa dinikmati oleh masyarakat, termasuk para pengunjung dari luar kota

2, Pedagangan kaki 5 di sekitar pasar Inpres Sumedang sebagai CBD distric perdagangan. Pada umumnya para pedagang K-5 di sekitar pasar ini menempati :
-  Di sekitar jalan perempatan yang menuju ke panyingkiran dan mempergunakan badan jalan sebagai tempat jualannya.
- Di sekeliling taman telor kota sumedang pada umumnya mempergunakan badan jalan sebagai tempat jualannya.
- Di sekitar Pasar Inpres kota Sumedang pada umumnya para pedagang kaki lima mengunakan badan jalan sebagai tempat jualannya. zonasi perdagangan k-5  ini terlihat acak-acakan karena lemahnya pengaturan dari pemerintah. Pedagang yang membutuhkan lapak berjualan memang memilih sendiri tempat yang kosong dan begitu saja menggelar barang dagangannya. Para pedagang kaki-5 bisa memilih tempat dimana saja untuk berjualan. Kondisi ini telah terjadi sejak 10 tahun yang lalu. Sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas di sekitar jalan tersebut.

- Di sekitar Jalan Tegal Kalong Sumedang, perdagangan K-5 di sekitar jalan Tegal kalong ini tidak begitu menghkhawatirkan karena pedagangan K-5 hanya berjualan lapaknya pada malam hari antara jam 2 malam hari sampai jam 5 dini hari, dan sesuadah itu kembali berjualan di dalam pasar Inpres Kota Sumedang. Jenis barang yang didagangkan kebanyakan barang-barang kebutuhan primer yaitu daging ayam, sayur mayur dan buah-buahan.

Perlukah tindakan penataan kaki lima ini?

Pemerintah Kabupaten Sumedang dalam melaksanakan pembangunan tentunya telah menyerap aspirasi masyarakat dari berbagai elemen untuk meminimalkan aspirasi masyarakat yang tidak terakomodir. Dalam hal rencana tata ruang dan tata wilayah kota pemerintah tentunya telah memiliki blue print rencana pengembangan tata kota dan tata wilayah yang tentu harus segera dilaksanakan. Disisi yang lain para pedagang yang telah terlanjur menempati suatu tempat tentunya telah nyaman karena telah menikmati keuntungan financial dari hasil pernigaannya.

Agar tidak terjadi benturan kepentingan, pemerintah dapat mensosialisasikan program-programnya kepada pihak-pihak yang berkaitan dan khususnya kepada masyarakat. Kegiatan pensosialisasian ini tentunya memerlukan waktu, tenaga dan kearifan tentunya karena masyarakat pedagang memiliki tingkat pendidikan, pemahaman dan kearifan yang berbeda-beda, sehingga sasaran dan target menjadi jelas, terbuka dan dapat diterima oleh semua pihak.

Bagi para pedagang tentunya harus dapat legowo dan berbesar hati untuk mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan suasana kota yang aman, nyman dan asri untuk kepentingan seluruh kelompok masyarakat. Pedagang adalah bagian kelompok masyarakat yang memiliki peran penting dalam menggerakkan roda perekonomian nasional, peran penting ini seyogyanya dapat menjadi sinergi bagi pemerintah untuk memajukan perekonomian suatu wilayah.

Pemerintah dan pedagang tentunya dapat duduk bersama untuk membahas upaya penataan kota yang pas sehingga tidak merugikan salah satu pihak. Dalam arti pedagang mendapatkan keuntungan dari hasil perniagaan dan pemerintah dapat mewujudkan suasana perkotaan yang nyaman, aman dan tentram serta roda perekonomian masyarakat yang berjalan lancar.

Perbedaan pendapat yang mungkin terjadi harus dapat diimbangi dengan kebesaran hati dan komitmen bersama untuk memajukan daerah untuk menghasilkan keputusan yang bijaksana bagi pemerintah dan masyarakat pedagang.

Dalam proses pensosialisasian program tersebut pemerintah pasti akan mendapat input dari masyarakat pedagang dan kelompok masyarakat yang tentunya dapat menjadi feed back bagi kemajuan bersama. Apa dan bagaimana keinginan pedagang kaki lima dapat didengar olah pemerintah. Begitu pula dengan program pemerintah untuk mewujudkan suatu wilayah kota yang aman, nyaman dan asri dapat dipahami oleh masyarakat pedagang kaki lima untuk dapat bekerjasama dengan pemerintah mewujudkan visi misi pemerintah.


 Penataan Kaki-5 di Kota Sumedang

1. Penataan Kaki-5 disekitar alun-alun Sumedang, dari permasalahan kaki lima di sekitar kaki lima di dalam alun-alun kota sumedang  telah menimbulkan kerusakan paving block, pagar, dan  lingkungan hijua didalam alun-alun. Kondisi ini sangat memprihatinkan di mana Alun-alun sebagai icon Kota Sumedang dan Pusat Pemerintah (DPR Kota Sumedang, Kejaksaaan). Ironis sekali sebagai tempat pemerintahan menimbulkan kesan upaya pemeliharaan dan penataan taman yang kurang baik.

2. Penataan Kaki-5 di sekitar pasar inpres Sumedang, dari permasalahan kaki lima di sekitar pasar Inpres kota Sumedang upaya penataan kaki lima oleh karena sulitnya didapatkan lahan yang kosong di cbd distric perdagangan kota sumedang, tempat yang paling yang aksesible dan dari berbagai kepentingan Pemkab Sumedang akan melakukan  : 
Pembangunan Pasar Inpres kembali sehingga zonasi perdagangan kaki-5 menjadi lebih baik.

Namun semua itu dapatkah  mengatasi  permasalahan konflik perdagangan Kaki-5 dalam upaya penataan kota Sumedang? sedangkan jumlah perdagangan kaki lima terus bertambah setiap tahunnya. Permasalahan perdagangan kaki lima selalu menjadi topik yang sering dibicarakan dalam upaya penataan dan penertiban kota baik di Kota Besar maupun di kota kecil seperti kota Sumedang ini. (die)
Read More »

17/08/12

Telaah Lingkungan Hidup Strategis Kota Sumedang

Telaah Lingkungan Hidup Strategis Kota Sumedang

Abstrak

Yang Dimaksud Telaah Lingkungan Hidup Strategis yaitu dampak yang signifikan dalam pembangunan terkait perubahan status lingkungan kota dan tatanan sosial budaya masyarakat, pemerintah daerah wajib menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) menurut UU RI No 32 tahun 2009.

Tujuan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah mensinergiskan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan kota Sumedang dan menjadikan prinsip-prinsip ini sebagai landasan penyusunan rencana, kebijakan, dan program yang tertuang dalam RTRW Ibukota Sumedang.

Mengindentifikasi isu-isu dan permasalahan lingkungan hidup strategis yang diperkirakan akan saling berpengaruh terhadap kebijakan, rencana dan program yang disusun; Mengkaji pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup;Merumuskan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; danMerekomendasikan perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Mengingat isu-isu permasalahan lingkungan hidup strategis di kota Sumedang yaitu antara lain :

a.  Isu Lingkungan Air
    - Menurunnya kualitas air sungai sebagai akibat tekanan dari aktifitas Perkembangan kawasan Perumahan   dan Perdaganagan.
    - Minimnya pelayanan air bersih oleh PDAM sementara tingkat kebutuhan akan air bersih setiap tahun terus meningkat.
    - Kualitas air tanah masih belum terjamin dan masih bergantung pada kondisi lingkungan di sekitarnya.

b.  Isu Lingkungan Tanah
    - Alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman, perdagangan dan jasa.
    - Kerusakan kualitas tanah akibat alih fungsi lahan.

c.  Isu Udara
    - Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
    - Tingginya jumlah kendaraan pribadi, terutama motor roda dua

d.  Isu Pertambahan Penduduk
    - Tingginya angka pertumbuhan penduduk hingga mencapai 4% (tahun 2009-2010).
    - Tingginya angka kelahiran dan migrasi penduduk.


Secara keseluruhan, kebijakan yang tertuang dalam Raperda RTRW Kota Sumedang ini memiliki dampak yang positif terhadap kualitas lingkungan. Namun masih terdapat kebijakan yang memiliki dampak negatif yang cukup signifikan  terhadap kualitas lingkungan di wilayah Kota Sumedang. Dampak yang dirasakan negatif terhadap Lingkungan diantaranya:
- Rencana pengembangan jaringan jalan, angkutan massal, dan terminal peti kemas.
- Rencana penetapan kawasan di wilayah Bagian Kota Sumedang berdasarkan berbagai sudut kepentingan.
- Memperkuat perkembangan Pusat Kegiatan Skala Kota diarahkan di BWK D dan E.
- Memperkuat perkembangan Pusat Kegiatan Skala Kota diarahkan di BWK C.

Rencana penetapan Rencana Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) Sumedang  berdasarkan berbagai sudut kepentingan (Ekonomi, Sosial dan Budaya, Lingkungan, dan   Pertahanan dan Keamanan). Untuk dapat meminimisasi, mengendalikan, dan mencegah dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari kebijakan ini antara lain :

- Diperlukan penyediaan sarana dan prasarana persampahan yang memadai di Tiap Bagian Wilayah Kota (BWK) ekonomi dan sosial-budaya untuk mencegah   pencemaran lingkungan akibat persampahan.
- Mengawasi pelaksanaan dan penerapan kebijakan K-3 (ketertiban, kebersihan, dan keamanan) untuk mengendalikan dampak ketidakteraturan kegiatan ekonomi.
- Memelihara ruang terbuka hijau untuk mengendalikan dampak pencemaran udara.
- Menata fasilitas reklame untuk mencegah polusi visual.
- Memelihara ruang terbuka hijau sebagai area resapan air dan upaya pengendalian dampak pencemaran udara.
- Penyediaan sarana dan prasarana persampahan untuk menghindari pencemaran lingkungan akibat sampah.
- Pengendalian sarana transportasi baik kendaraan umum maupun pribadi untuk menghindari kemacetan.
- Menata fasilitas reklame untuk mencegah polusi visual.

Didalam Telaah lingkungan hidup strategis kota Sumedang  yang direkomendasikan :

1. Sumber Daya Air
Pemanfaatan sumber air baku sebagai sumber air minum dengan memperhatikan kualitas air minum sesuai baku mutu yang ditetapkan. Perlindungan terhadap daerah/kawasan resapan air untuk menjaga ketersediaan air baik untuk air permukaan maupun air tanah. Perlindungan terhadap sumber air baku  sebagai sumber air minum sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Mengembangkan dan menggalakan pengelolaan air limbah domestik dengan metode sistem on-site pada setiap rumah tangga.

2. Pengelolaan Air Limbah

Merencanakan pengelolaan air limbah domestik dengan menggunakan sistem off site sebagai alternatif keterbatasan lahan.

3. Pengelolaan Persampahan

Merencanakan sistem Sanitary Landfill sebagai alternatif pengelolaan sampah berbasis lingkungan di Kota Sumedang. Menggalakan kampanye secara berkala dan melaksanakan pengelolaan sampah secara 3R (Reduce, Recycle, Reuse) pada setiap kegiatan dan/atau usaha.

4. Pengelolaan Kualitas Udara

Memelihara ruang terbuka hijau dibeberapa titik kota yang terindikasi mengalami pencemaran udara ambien yang cukup signifikan.

5. Pengelolaan Drainase

Pengembangan dan pemeliharaan saluran drainase eksisting. Pembuatan sumur resapan dibeberapa titik saluran drainase sebagai upaya mewujudkan sistem drainase yang berwawasan lingkungan.

6. Pengelolaan Sarana Transportasi

- Merencanakan kawasan tertib lingkungan dibeberapa ruas jalan sebagai upaya mengurangi dampak negatif lingkungan akibat kegiatan transportasi.
- Antisipasi rencana pembangunan jalan tol Cisumdawu (Cileunyi Sumedang – Dawuan)

Studi lanjutan perlu di tindak lanjuti.(die)
Read More »

Perda No. 34 tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang

Pada penulisan awal saya sharing Tentang Perda No. 34 tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang, sebagai produk hukum untuk memonitor dan mengevalausi perkembangan Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Sumedang, yaitu :


LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 34 TAHUN 2003
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KAWASAN PERKOTAAN IBUKOTA KABUPATEN SUMEDANG


Menimbang :
a. Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas berkat, rahmat dan karunia-Nya terhadap Kabupaten Sumedang yang diberi kondisi alam yang baik, untuk itu perlu disyukuri, dikelola dan dikembangkan untuk mengarahkan pembangunan khususnya pada kawasan perkotaan Sumedang dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan guna meningkatkan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, dengan disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibu Kota Kabupaten Sumedang;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka Rencana Tata Ruang Wilayah yang merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu perlu dilaksanakan bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat serta Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 33 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang maka strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah kawasan perkotaan ibu kota Kabupaten Sumedang harus sinergi dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat serta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang;
d. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Sumedang Nomor 12 Tahun 1986 tentang Rencana Induk Kota dengan Kedalaman Materi Rencana Bagian Wilayah Kota Sumedang Tahun 1984 sampai dengan Tahun 2004 tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan untuk itu perlu diubah dan disesuaikan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada butir a, b, c dan d di atas, maka perlu dibuat Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah :

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);
5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
7. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
9. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3734);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);
17. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
18. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang RTRW Propinsi Jawa Barat;
19. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2000 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 1, Seri D.1);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 48 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Kabupaten Sumedang (Lembaran Daerah Tahun 2000 Nomor 65 Seri D.42);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Rencana Strategi Daerah Kabupaten Sumedang Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Tahun 2003, Nomor 39 Seri D.38);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 33 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang (Lembaran Daerah Tahun 2004, Nomor 20 Seri E).

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KAWASAN PERKOTAAN IBUKOTA KABUPATEN SUMEDANG

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Sumedang.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sumedang.
3. Bupati adalah Bupati Sumedang.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumedang.
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
6. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak.
7. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
12. Kawasan Budi Daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
13. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
14. Kawasan Pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan dan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
15. Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional yang mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
16. Strategi Pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang yang perlu dilakukan untuk mencapai visi dan misi pembangunan kota yang telah ditetapkan.
17. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan penunjangnya.
18. Perbaikan Lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur lingkungan yang telah ada, dan dimungkinkan melakukan pembongkaran terbatas guna penyempurnaan pola fisik prasarana yang telah ada.
19. Pemeliharaan Lingkungan adalah pola pengembangan kawasan dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas suatu lingkungan yang sudah baik agar tidak mengalami penurunan kualitas lingkungan.
20. Pembangunan Baru adalah pola pengembangan kawasan pada areal tanah yang masih kosong dan atau belum pernah dilakukan pembangunan fisik.
21. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
22. Sistem Pusat Kegiatan adalah kawasan yang diarahkan bagi pemusatan berbagai kegiatan campuran maupun yang spesifik, memiliki fungsi strategis dalam menarik berbagai kegiatan pemerintahan, sosial, ekonomi, dan budaya serta kegiatan pelayanan kota menurut hirarkhi yang terdiri dari sistem pusat kegiatan utama yang berskala kota, regional, nasional dan internasional dan sistem sub pusat kegiatan yang berskala lokal.
23. Kegiatan Pertanian, meliputi lahan basah/sawah, kebun campuran serta pertanian tanaman hias.
24. Bagian Wilayah Kota (BWK) adalah bagian-bagian wilayah kota yang merupakan kesatuan fungsional pelayanan.
25. Visi adalah suatu pandangan ke depan yang menggambarkan arah dan tujuan yang ingin dicapai serta akan menyatukan komitmen seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan kota.
26. Misi adalah komitmen dan panduan arah bagi pembangunan dan pengelolaan Kota untuk mencapai visi pembangunan yang telah ditetapkan.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2
(1) Ruang lingkup Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang mencakup strategi struktur dan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan ibukota Kabupaten Sumedang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang sebagaimana dimaksud Ayat (1) pasal ini, berisi:

a. Asas, Visi dan Misi pembangunan serta tujuan :
b. Kebijakan dan strategi pengembangan tata ruang;
c. Rencana persebaran penduduk;
d. Rencana struktur tata ruang;
e. Rencana pola pemanfaatan ruang, prasarana dan utilitas;
f. Pengendalian pemanfaatan ruang;
g. Hak, kewajiban dan peran serta masyarakat;
h. Pelaksanaan dan pembiayaan;
I Ketentuan pidana dan penyidikan;
j. Ketentuan lain-lain;
k. Ketentuan peralihan;
l. Ketentuan penutup.


BAB III
AZAS, VISI, DAN MISI SERTA TUJUAN

Bagian Pertama
Azas

Pasal 3
Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang disusun berazaskan:
a. Pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan;
b. Keterbukaan dan partisipatif, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Bagian Kedua

Visi dan Misi

Pasal 4
(1) Pembangunan Kawasan Perkotaan diarahkan dengan Visi mewujudkan kawasan perkotaan Sumedang sebagai pusat pelayanan pemerintahan, jasa dan perdagangan serta pusat koleksi distribusi bagi sektor pertanian, serta pusat kegiatan pariwisata.
(2) Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, arahan penataan ruang wilayah ditujukan untuk melaksanakan 6 (enam) misi yaitu:
a. Mengembangkan kawasan perkotaan Sumedang secara terpadu, seimbang dan selaras sebagai satu kesatuan ekonomi wilayah.
b. Menyiapkan ruang kawasan-kawasan pengembangan bagi investasi sektor/sub-sektor ekonomi secara terpadu, dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai.
c. Meningkatkan promosi investasi melalui pengembangan sistem informasi kawasan berbasis teknologi multimedia.
d. Menggalang kerjasama kemitraan yang setara dengan sektor Swasta dan Masyarakat dalam pembangunan prasarana dan sarana dasar serta pemberdayaan masyarakat.
e. Mewujudkan Sumedang sebagai “daerah tujuan wisata unggulan” di Provinsi Jawa Barat yang berbasis pada wisata alam dan budaya, yang pengembangannya dilakukan secara terpadu dan dikelola secara profesional.
f. Mewujudkan wajah Kawasan Perkotaan Sumedang masa mendatang yang berkarakter dengan citra kota bernuansa budaya dan sejarah dalam setiap penataan lingkungan dan bangunan kota, tertata rapi, indah, sehat dan berwawasan lingkungan dengan karakter kehidupan masyarakatnya yang berseni - budaya, saling menghargai dan menghormati, sehingga tercipta kehidupan yang harmonis.

Bagian Ketiga

Tujuan Penataan Ruang

Pasal 5
Penataan Ruang bertujuan :
a. Terselenggarakannya Pemanfaatan Ruang Wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup sesuai dengan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, kemampuan masyarakat dan pemerintah, serta kebijakan pembangunan nasional dan daerah;
b. Terwujudkannya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
c. Terselenggarakannya pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan lindung dan kawasan budi daya.
d. Terwujudkannya kehidupan masyarakat yang sejahtera.
e. Terselenggaranya pengendalian ketertiban pemanfaatan ruang.

BAB IV
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TATA RUANG

Bagian Pertama
Kebijakan Pengembangan Tata Ruang

Pasal 6
(1) Kebijakan pengembangan tata ruang ditetapkan untuk mewujudkan visi dan misi serta tujuan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan 5 Peraturan Daerah ini.
(2) Kebijaksanaan pengembangan tata ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini diarahkan untuk :
a. Mengembangkan kawasan perkotaan Sumedang sebagai kawasan yang multi fungsi, dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang,
pusat perdagangan dan jasa (koleksi distribusi) skala kabupaten, serta fungsi penunjang sebagai pusat hunian, pusat pariwisata, pusat pendidikan, pusat budaya, dan pusat agribisnis;
b. Mengendalikan jumlah penduduk kawasan perkotaan Sumedang pada tahun 2012 sebanyak-banyaknya 148.251 jiwa, serta diatur sebaran penduduknya sesuai daya dukung dan daya tampung ruang tiap bagian wilayah kotanya;
c. Mengusahakan keterpaduan pembangunan dan pembinaan wilayah dengan daerah-daerah di sekitar kawasan perkotaan Sumedang;
d. Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. Mengarahkan struktur tata ruang kota untuk dapat fleksibel dalam menampung jumlah penduduk yang cenderung berkembang karena adanya migrasi masuk;
f. Mengatur dan mengendalikan pemanfaatan ruang dengan cara mendorong, menstabilkan, dan membatasi perkembangan sesuai tipologi masalah dan potensi perkembangan tiap wilayah kota;
g. Mengembangkan sistem transportasi yang mendukung peran serta struktur Kawasan Perkotaan yang direncanakan;
h. Mengembangkan fasilitas umum serta infrastruktur dan utilitas yang dapat memenuhi kebutuhan penduduk dalam ambang tertentu, seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat;
i. Mengembangkan partisipasi para pelaku pembangunan, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat dalam penataan ruang.

Bagian Kedua
Strategi Pemanfaatan Tata Ruang

Pasal 7
Strategi pengembangan ruang wilayah dimaksudkan untuk :
a. Membatasi perkembangan fisik kota arah Selatan dan Timur yang berbukit-bukit, yang merupakan kawasan lindung;
b. Mengarahkan perkembangan fisik kota ke arah Utara dan Barat sehingga pertumbuhan kota tidak hanya terkonsentrasi pada ruas jalan regional saja, tetapi menyebar keseluruh wilayah;
c. Mengembangkan dan mengoptimalkan penataan ruang berdasarkan tipologi kawasan;
d. Mengendalikan pertumbuhan dan penyebaran penduduk di setiap wilayah kelurahan/ desa Kawasan Perkotaan untuk :
1) Membatasi perkembangan penduduk di Kelurahan/desa yang terletak disekitar kawasan lindung terutama di wilayah Selatan dan Timur.
2) Menampung perkembangan penduduk Kawasan Perkotaan secara terencana terutama di wilayah Barat dan Utara.
e. Mendorong pertumbuhan kawasan dengan membuka akses dan melengkapi kawasan dengan sarana dan prasarana yang memadai terutama di Kawasan Perkotaan bagian Utara dan Barat;
f. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan yang buruk dan padat di bagian kota sehingga diperoleh lingkungan perkotaan yang baik;
g. Mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang terintegrasi dengan sistem regional;
h. Meningkatkan dan memperbaiki sistem jaringan air bersih, drainase, persampahan, listrik dan telekomunikasi sehingga menjangkau keseluruh bagian kawasan perkotaan Sumedang;
i. Meningkatkan jalan arteri, jalan kolektor dari sentra-sentra produksi yang berakses ke jalan arteri, serta jalan lokal agar tercapai efisiensi yang sebaik-baiknya, tidak tercampurnya lalu lintas lokal dengan regional, dan kejelasan fungsi jaringan jalan, yang memberikan tingkat kemudahan pencapaian ke setiap bagian wilayah kota;
j. Melindungi kawasan perlindungan tata air agar tidak terjadi kerusakan dan dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau;
k. Mempertahankan dan mengembangkan ruang terbuka hijau di setiap kelurahan/desa, baik sebagai sarana kota maupun untuk keseimbangan ekologi kota;
l. Mengembangkan pusat kegiatan skala kota di Kelurahan Kota Kaler, pusat kegiatan skala regional di Kelurahan Situ dan Kota Kulon, serta pusat kegiatan skala BWK di Kelurahan Pasanggrahan, Desa Mulyasari, Desa Jatimulya Kelurahan Situ, serta Kelurahan Regol Wetan.

BAB V
RENCANA PERSEBARAN PENDUDUK

Pasal 8
(1) Untuk mewujudkan persebaran penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini, maka ditetapkan kebijakan jumlah penduduk kawasan perkotaan Sumedang pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 148.251 jiwa yang tersebar di masing-masing kelurahan/desa.
(2) Persebaran Penduduk di masing-masing kelurahan/desa sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, adalah sebagai berikut:
a. Jumlah penduduk di Desa Sukajaya pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 6.564 jiwa;
b. Jumlah penduduk di Kelurahan Pasanggrahan pada tahun 2012 dibatasi sebanyak- banyaknya 14.862 jiwa;
c. Jumlah penduduk di Desa Mulyasari pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 5.107 jiwa;
d. Jumlah penduduk di Desa Girimukti pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 6.870 jiwa;
e. Jumlah penduduk di Kelurahan Padasuka pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 4.626 jiwa;
f. Jumlah penduduk di Desa Margamukti pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 4.987 jiwa;
g. Jumlah penduduk di Desa Mekarjaya pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 5.004 jiwa;
h. Jumlah penduduk di Desa Jatimulya pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 7.619 jiwa;
i. Jumlah penduduk di Desa Jatihurip pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 9.772 jiwa;
j. Jumlah penduduk di Kelurahan Situ pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 18.331 jiwa;
k. Jumlah penduduk di Kelurahan Talun pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 7.430 jiwa;
l. Jumlah penduduk di Kelurahan Kotakaler pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 14.044 jiwa;
m. Jumlah penduduk di Desa Kebonjati pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 4.462 jiwa;
n. Jumlah penduduk di Desa Rancamulya pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 6.387 jiwa;
o. Jumlah penduduk di Kelurahan Kotakulon pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 10.060 jiwa;
p. Jumlah penduduk di Kelurahan Regolwetan pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 8.893 jiwa;
q. Jumlah penduduk di Kelurahan Cipameungpeuk pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 5.177 jiwa;
r. Jumlah penduduk di Desa Baginda pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 4.185 jiwa;
s. Jumlah penduduk di Desa Sukagalih pada tahun 2012 dibatasi sebanyak-banyaknya 2.838 jiwa.


BAB VI
RENCANA STRUKTUR TATA RUANG

Bagian Pertama
Rencana Struktur Tata Ruang

Pasal 9
(1) Rencana struktur pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini, diwujudkan berdasarkan arahan pengembangan komponen utama pembentuk ruang.
(2) Komponen utama pembentuk ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, meliputi kebijakan:
a. Rencana pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) dan unit lingkungan;
b. Rencana sistem pusat kegiatan;

Bagian Kedua
Rencana Pembagian Bagian Wilayah Kota (BWK) dan Unit Lingkungan

Pasal 10
Kawasan Perkotaan Sumedang direncanakan terbagi menjadi 5 Bagian Wilayah Kota, yaitu :
a. BWK A meliputi Desa Sukajaya dan Kelurahan Pasanggrahan, dengan fungsi utama sebagai permukiman, pariwisata dan kawasan lindung.
b. BWK B meliputi Desa Mulyasari, Desa Girimukti, Desa Padasuka, dan Desa Margamukti, dengan fungsi utama sebagai permukiman, pertanian dan cadangan pengembangan kota.
c. BWK C meliputi Desa Mekarjaya, Desa Jatimulya, dan Desa Jatihurip, dengan fungsi utama sebagai permukiman, pertanian, perdagangan dan jasa, serta pusat koleksi distribusi regional.
d. BWK D meliputi Kelurahan Situ, Kelurahan Talun, Kelurahan Kota Kaler, Desa Kebon Jati, dan Kelurahan Rancamulya, dengan fungsi utama pusat pemerintahan, perdagangan dan jasa,
e. BWK E meliputi Kelurahan Kota Kulon, Kelurahan Regol Wetan, Kelurahan Cipameungpeuk, Desa Baginda, dan Desa Sukagalih, dengan fungsi utama permukiman, pariwisata, pusat Pemerintahan dan perdagangan dan jasa.

Bagian Ketiga
Rencana Sistem Pusat Kegiatan

Pasal 11
(1) Pusat Kegiatan Skala Kota diarahkan di BWK D dan E.
(2) Pusat Kegiatan Skala Regional diarahkan di BWK C.
(3) Pusat Kegiatan Skala Bagian Wilayah Kota (BWK) diarahkan pada setiap pusat BWK, yaitu :
a. Kelurahan Pasanggrahan di BWK A;
b. Desa Mulyasari di BWK B;
c. Desa Jatimulya di BWK C;
d. Kelurahan Situ di BWK D; dan
e. Kelurahan Regol Wetan di BWK E.
(4) Pusat Kegiatan Skala Lingkungan, dikembangkan pada setiap desa/kelurahan, pada setiap BWK.
(5) Pusat Pemerintahan diarahkan di Kelurahan Situ dan atau Kota Kulon.
(6) Penentuan Pusat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada Ayat (5) pasal ini ditetapkan berdasarkan kajian Rencana Induk Pusat Pemerintahan dan kajian teknis lainnya.

BAB VII
RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG, PRASARANA DAN UTILITAS

Bagian Pertama
Rencana Pola Pemanfaatan Ruang

Paragraf 1
Umum
Pasal 12
Rencana pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) huruf e Peraturan Daerah ini, terdiri dari :
a. Kawasan lindung;
b. Kawasan ruang terbuka hijau;
c. Kawasan permukiman;
d. Kawasan perdagangan dan jasa;
e. Kawasan pusat pemerintahan.

Paragraf 2
Rencana Kawasan Lindung

Pasal 13
(1) Kawasan lindung ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap kelestarian lingkungan dan mempertahankan pengadaan sumber air baku dan menjaga iklim mikro.
(2) Kawasan lindung yang terdapat di Kawasan Perkotaan Sumedang terdiri atas:
a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya;
b. Kawasan perlindungan setempat;
c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya;

Pasal 14
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (2) huruf a Peraturan Daerah ini, merupakan kawasan resapan air dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 25% (dua puluh lima persen);
b. Mempunyai struktur tanah yang mudah meresapkan air;
c. Mempunyai tingkat kepekaan tanah yang tinggi (mudah erosi).
(2) Kawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, berada di wilayah perbukitan di barat dan selatan kota.

Pasal 15
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (2) huruf b Peraturan Daerah ini, terdiri dari :
a. Kawasan sempadan sungai ;
b. Sempadan mata air.
(2) Perlindungan kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a pasal ini, diselenggarakan untuk mencegah berkembangnya kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik dan dasar sungai, serta aliran sungai.
(3) Kawasan sempadan sungai di kawasan perkotaan sebesar 10 meter dari tepi kiri-kanan sungai dan kawasan sempadan mata air sebesar 25 meter di sekeliling mata air.

Pasal 16
(1) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (2) huruf c Peraturan Daerah ini, ditetapkan di wilayah perkotaan Sumedang yang terdiri dari :
a. Taman Wisata Alam ;
b. Kawasan Cagar Budaya ;
c. Ilmu Pengetahuan.
(2) Taman Wisata Alam sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a pasal ini, dikembangkan di kawasan wisata Toga, Gunung Palasari, Gunung Kunci dan tempat lainnya yang potensial.
(3) Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf b dan c pasal ini, dikembangkan di kawasan alun-alun kota (Tugu Lingga), sekitar Mesjid Agung Kota, Museum, Makam Cut Nyak Dien dan Goa Gunung Kunci serta tempat lainnya.

Paragraf 3
Rencana Ruang Terbuka Hijau

Pasal 17
Rencana pengembangan kawasan hijau diarahkan untuk :
a. Mengembangkan jalur hijau di sepanjang kawasan sempadan sungai dan sempadan jalan;
b. Mengadakan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman padat penduduk;
c. Menata taman-taman kota dan lingkungan yang tersebar di seluruh kota;
d. Mempertahankan dan mengembangkan lahan pemakaman, lapangan olah raga dan rekreasi yang ada;
e. Mengembangkan kegiatan pertanian pada lahan budidaya pertanian dan pemanfaatan lahan-lahan tidur yang belum terbebaskan atau dibangun dengan batas waktu tertentu;
f. Menata kawasan hutan lindung yang terletak di Gunung Palasari dan Gunung Kunci serta kawasan perbukitan dan gunung di sebelah timur dan selatan untuk kegiatan wisata ecotourism yang tidak mengganggu fungsi hutan tersebut;
g. Mengembangkan kawasan sekitar SUTET dan SUTET sebagai kawasan hijau yang tidak boleh dibangun.

Paragraf 4
Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman

Pasal 18
Rencana pengembangan kawasan permukiman dilakukan dengan cara:
a. Menggunakan metoda penyediaan rumah swadaya masyarakat dan penyediaan rumah sistem kredit pemilikan/sewa beli;
b. Mengendalikan pemadatan bangunan dan peremajaan pada koridor bangunan, di kawasan permukiman lama yang sudah padat;
c. Mengembangkan kawasan permukiman baru terutama di Kelurahan Kota Kaler, Talun, dan Desa Girimukti;
d. Mendorong pengembangan permukiman penunjang kawasan pusat pemerintahan baru di BWK-D (Kelurahan Situ) dan atau BWK-E (Kelurahan Kota Kulon).
e. Menerapkan metoda guided land development atau penyediaan aksesibilitas dan fasilitas sebagai faktor penarik perkembangan perumahan ke suatu kawasan yang dikehendaki untuk diprioritaskan pembangunannya;
f. Menyusun rencana jaringan jalan penunjang kawasan perumahan yang hirarkis, sehingga akses kawasan perumahan ke jalan kolektor dan arteri diupayakan sesedikit mungkin agar tidak mengganggu tingkat pelayanan jalan tersebut;
g. Melengkapi fasilitas skala lingkungan untuk kawasan perumahan antara lain adalah TK, taman lingkungan, balai pertemuan, pos hansip, warung dan lapangan olahraga kecil.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Perdagangan dan Jasa

Pasal 19
Rencana pengembangan perdagangan dan jasa dilakukan dengan cara :
a. Membentuk hirarki pelayanan kegiatan perdagangan dan jasa yang mendukung terciptanya sistem pusat dan sub pusat yang direncanakan mengelompok membentuk pusat skala regional, kota, dan BWK dan menyebar di lingkungan permukiman, untuk fasilitas perdagangan dan jasa skala lingkungan;
b. Mengembangkan pelayanan skala lokal dengan sebarannya mengikuti sebaran permukiman;
c. pertokoan yang bersifat linier untuk komoditi tahu dan barang-barang kebutuhan rumah tangga di sepanjang Jl. P. Geusan Ulun dan pasar di setiap pusat BWK;
d. Melengkapi pusat-pusat kegiatan perdagangan dengan fasilitas parkir yang memadai.

Paragraf 6
Rencana Kawasan Pusat Pemerintahan

Pasal 20
(1) Kawasan pusat pemerintahan direncanakan sebagai suatu pusat pelayanan masyarakat dengan fungsi memberi pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan pemerintahan kabupaten skala pelayanan perkotaan dan regional.
(2) Pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, merupakan tempat berkedudukannya Bupati beserta instansi-instansi lingkungan Pemda yang berada di bawahnya dan instansi-instansi sektoral yang ditempatkan di tingkat kabupaten serta unsur-unsur Muspida atau badan-badan lain.
(3) Pembangunan kawasan pusat pemerintahan ini direncanakan di BWK-D (Kelurahan Situ) dan atau E (Kelurahan Kota Kulon) atau tempat lain yang lebih memungkinkan.
(4) Pengembangan pusat pemerintahan ini disesuaikan dengan karakter yang menggambarkan citra kawasan pusat pemerintahan sebagai pusat pelayanan masyarakat yang diwujudkan dalam kesatuan struktur ruang kota.
(5) Perwujudan pusat pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (4) pasal ini, diarahkan untuk membentuk citra kotanya dan dapat dijadikan sebagai landmark kota, dengan tetap memperhatikan rencana intensitas bangunan di kawasan setempat.
(6) Pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, dan dilengkapi dengan sarana pelayanan kota, yang meliputi tempat parkir, taman dan sarana pelayanan umum dan sosial lainnya.

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan Prasarana dan Utilitas

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Transportasi Darat

Pasal 21
Rencana pengembangan jaringan transportasi darat terdiri dari :

A. Arahan pengembangan jaringan jalan di Kawasan Perkotaan diselenggarakan untuk :
1) Peningkatan kelas dan kinerja jalan yang sudah ada, yaitu :
a. Ruas Pasanggrahan (Patung Kuda), ditingkatkan dari jalan kolektor menjadi arteri primer;
b. Ruas jalan Serma Muhtar dan Kutamaya, ditingkatkan dari jalan lokal primer menjadi kolektor primer.
c. Meningkatkan kelas jalan Jatihurip ke Citimun.

2) Pembangunan jaringan jalan baru, yaitu :
a. Jalan tol dari arah Cileunyi menuju Kota Sumedang;
b. Jalan keluar tol dari rencana jalan tol ke rencana jalan arteri baru (lingkar Barat);
c. Jalan lingkar Barat, dari Desa Padasuka ke jalan lingkar Utara (jalan arteri primer);
d. Jalan lingkar Selatan, dari Desa Rancamulya ke Kelurahan Pasanggrahan (jalan kolektor primer);
e. Jalan poros Utara-Selatan, sejajar jalan utama dalam kota, dari Jl. Palasari hingga jalan lingkar Utara memotong Jl. Anggrek (jalan kolektor sekunder);
f. Jalan penghubung antara Jl. Tajimalela dengan Jl. Talun Pojok (jalan kolektor sekunder).

3) Antisipasi rencana pembangunan jalan tol Cisumdawu (Cileunyi Sumedang – Dawuan) yaitu :
a. Jalan tol, dari arah Cileunyi menuju Kota sumedang;
b. Jalan keluar tol dari rencana jalan tol ke rencana Jl Arteri Baru (lingkar Barat).
B. Mengembangkan sistem angkutan umum yang dapat menjangkau seluruh bagian kota sampai ke kawasan permukiman.
C. Pengoptimalan Terminal Ciakar, sebagai simpul pusat koleksi dan distribusi.

Paragraf 2
Rencana Air Bersih

Pasal 22
Prasarana sumber air dan air bersih diselenggarakan untuk:

a. Pengembangan prasarana sumber air dan air bersih bagi masyarakat diarahkan untuk mencapai tujuan meningkatkan cakupan pelayanan air bersih pada sektor rumah tangga.
b. Pengembangan prasarana air bersih dengan sumber air baku dari Cipanteuneun, Cipongkor dan Nangorak, serta sumber air lainnya.
c. Pembatasan pengambilan air tanah dangkal secara bertahap;
d. Perluasan daerah resapan air melalui penambahan ruang terbuka hijau.

Paragraf 3
Rencana Drainase

Pasal 23
Prasarana drainase diarahkan untuk:
a. Normalisasi saluran primer, sekunder dan tersier;
b. Pembuatan saluran baru;
c. Peningkatan saluran dari saluran tanah menjadi saluran pasangan;
d. Operasi dan pemeliharaan.

Paragraf 4
Rencana Sanitasi dan Persampahan

Pasal 24
Prasarana dan sarana sanitasi dan persampahan diselenggarakan untuk :
a. Pengembangan prasarana air limbah diarahkan untuk meminimalkan tingkat pencemaran pada badan air tanah, serta meningkatkan sanitasi kota melalui pembangunan IPLT (Instalasi Pengolahan Limbah Tinja) dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah);
b. Pengembangan sistem pengelolaan persampahan secara individual dan komunal, dengan memanfaatkan TPA di Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka;
c. Peningkatan pelayanan sistem pengelolaan limbah guna membuka alternatif kerjasama pemerintah dan swasta.

Paragraf 5
Rencana Jaringan Listrik dan Telekomunikasi

Pasal 25
Prasarana jaringan listrik dan telekomunikasi diselenggarakan untuk:
a. Pengembangan jaringan energi listrik dan distribusi tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kawasan perkotaan;
b. Pemerataan pelayanan penerangan jalan umum pada seluruh lingkungan permukiman dan peningkatan kualitas penerangan jalan umum pada jalan protokol, jalan penghubung, taman serta pusat-pusat aktivitas masyarakat;
c. Pengembangan jaringan telekomunikasi yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan yaitu kantor pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, industri dan pergudangan, permukiman penduduk, kawasan rekreasi dan fasilitas umum serta sosial;
d. Penambahan dan pembangunan sentral-sentral telepon baru;
e. Perluasan pengadaan telepon umum dan peningkatan pelayanan warung telekomunikasi di kawasan permukiman padat penduduk.

BAB VIII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Pasal 26
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang baik di kawasan lindung, budidaya maupun kawasan tertentu serta pengendalian dan penertiban Pedagang Kaki Lima yang melakukan aktivitas dagang di trotoar dan atau berem jalan serta fasilitas umum lainnya seperti Taman, Alun-alun dan tempat parkir.

Pasal 27
Koordinasi pengendalian ketertiban pemanfaatan ruang dilakukan oleh Bupati melalui Tim yang ditunjuk oleh Bupati dengan melibatkan peran serta masyarakat.

Pasal 28
(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Daerah ini, diselenggarakan melalui kegiatan pemantauan, pelaporan dan evaluasi secara rutin yang dilaksanakan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
(2) Sistem pelaporan dan materi laporan perkembangan struktur dan pola tata ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, terdiri dari:
a.Laporan perkembangan pemanfaatan ruang dilaksanakan melalui sistem pelaporan secara periodik dan berjenjang mulai dari Kepala Desa/ Lurah dan Kepala Kecamatan setiap 3 bulan dan setiap 6 bulan kepada Bupati dengan tembusan DPRD;
b. Materi laporan meliputi :
- Perkembangan pemanfaatan ruang;
- Masalah-masalah pemanfaatan ruang yang perlu diatasi;
- Masalah-masalah pemanfaatan ruang yang akan muncul dan perlu diantisipasi.

Pasal 29
(1) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 Peraturan Daerah ini, dilakukan berdasarkan hasil pengawasan laporan perkembangan pemanfaatan ruang.
(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, dilakukan oleh aparat pemerintah yang berwenang.
(3) Bentuk penertiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) pasal ini, berupa pemberian sanksi yang terdiri dari sanksi administratif dan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Pertama
Hak Masyarakat

Pasal 30
Dalam kegiatan penataan ruang kawasan perkotaan Sumedang, masyarakat berhak :
a. Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. Mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah kawasan perkotaan ibu kota Kabupaten Sumedang.
c. Menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang;
d. Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 31
(1) Untuk mengetahui Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 huruf b Peraturan Daerah ini, masyarakat dapat mengetahui dari Lembaran Daerah, melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Daerah pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah.
(2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, dilakukan melalui penempelan/pemasangan peta Rencana Tata Ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum, kantor Kelurahan dan kantor-kantor yang secara fungsional menangani rencana tata ruang tersebut.

Pasal 32
(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c Peraturan Daerah ini, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kaidah yang berlaku;
(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini, dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 33
(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan tata ruang semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan Rencana Tata Ruang diselenggarakan dengan cara musyawarah dan mupakat.
(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat

Pasal 34
Dalam kegiatan penataan ruang kawasan perkotaan Sumedang, masyarakat wajib:
a. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
b. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku;
c. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 35
(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Peraturan dan kaidah pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

Bagian Ketiga
Peran Serta Masyarakat

Pasal 36
Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah dapat berbentuk :
a. Pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat atau kebiasaan yang berlaku;
b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan.
c. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan Master Plan Kota Sumedang.
d. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Master Plan Kota Sumedang yang telah ditetapkan;
e. Bantuan teknik dan pengelolaan dalam pemanfaatan ruang.
f. Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 37
(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Peraturan Daerah ini dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini dikoordinasikan oleh Bupati.

Pasal 38
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berbentuk :
a. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah kota, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan dimaksud dan/atau;
b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.

Pasal 39
Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Peraturan Daerah ini, disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Bupati dan pejabat yang berwenang.

BAB X
PELAKSANAAN DAN PEMBIAYAAN RENCANA

Pasal 40
Perwujudan rencana tata ruang wilayah kawasan perkotaan ibu kota Kabupaten Sumedang dilaksanakan melalui tahapan dan prioritas yang dituangkan dalam indikasi program pembangunan sesuai dengan kemampuan pembiayaan.

Pasal 41
(1) Pembiayaan pelaksanaan rencana bersumber dari anggaran pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten dan dunia usaha serta masyarakat dalam bentuk kerjasama pembiayaan.
(2) Bentuk-bentuk kerjasama pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.


BAB XI
KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN

Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 42
(1) Barang siapa melanggar ketentuan Peraturan Daerah ini, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebesar-besarnya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.

Pasal 43
Bagi petugas yang dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Penyidikan

Pasal 44
(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Tim Koordinasi Penataan Ruang (TKPR) dilingkungan Pemerintah Kabupaten yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, para Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Tim Koordinasi Penataan Ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, berwenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan melakukan pemeriksaan;
c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka;
d. Melakukan penyitaan benda atau surat;
e. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. Memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. Mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atas peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarga;
i. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini, menurut hukum yang bertanggung jawab.

BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 45
Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang berfungsi sebagai matra ruang dari pembangunan daerah.

Pasal 46
Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang digunakan sebagai pedoman bagi:
a. Penyusunan Rencana Rinci Tata Ruang Kecamatan atau Bagian Wilayah Kota (BWK) pada skala 1: 5.000, Rencana Teknik Ruang Kota pada skala 1:1.000, dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan pada skala 1: 1.000;
b. Perumusan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan Sumedang.
c. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah Kota serta keserasian antar sektor;
d. Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat;
e. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan pembangunan.

Pasal 47
Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibu Kota Kabupaten Sumedang menjadi dasar untuk penertiban perizinan lokasi pembangunan.

Pasal 48
(1) Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah Kecamatan atau Bagian Wilayah Kota (BWK) sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 huruf a Peraturan Daerah ini, ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan persetujuan DPRD.
(2) Rencana Teknik Ruang Kota, Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a Peraturan Daerah ini, ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 49
Ketentuan mengenai penataan ruang lautan, ruang udara, dan ruang bawah tanah akan diatur lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50
(1) Jangka waktu berlakunya Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibukota Kabupaten Sumedang sampai dengan tahun 2012.
(2) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Ibu Kota Kabupaten Sumedang sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini dapat dilakukan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sekali.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 51
Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua rencana tata ruang wilayah dan ketentuan yang berkaitan dengan penataan ruang di daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 52
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Perda Nomor 12 Tahun 1986 tentang Rencana Induk Kota dengan Kedalaman Materi Rencana Bagian Wilayah Kota Sumedang Tahun 1984 sampai dengan Tahun 2004 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 53
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sumedang.


Ditetapkan di Sumedang
pada tanggal, 31 Desember 2003

BUPATI SUMEDANG

Cap/Ttd


DON MURDONO, SH. M.Si.
Diundangkan di Sumedang
pada tanggal 30 September 2004
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SUMEDANG,

Cap/Ttd

Drs. R. H. DUDIN SA’DUDIN, M.Si.
Pembina Utama Muda
NIP. 030 110 112
Read More »