19/03/14

Jika Lahan Tidur di Sumedang Dikembangkan Untuk Listrik Tenaga Surya

Di Kabupaten Sumedang banyak lahan tidur yang tidak produktif seperti didaerah Wado, Darmaraja, Situraja, Jatinunggal dan Ujungjaya. Kecamatan Ujungjaya yang direncanakan sebagai Kawasan Industri dan penyangga bandara Udara Aerocity Kertajati Majalengka sudah barang tentu membutuhkan kebutuhan akan sumber daya listrik dalam skala menengah dan besar sebagai utilitas penunjangnya.

"Kalau di daerah Sumedang ada tanah yang tidak produktif (tegalan), sekitar 20 Ha atau lebih. Bagaimana kalau kita kembangkan untuk jadi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) seperti di bawah ini," Kata Ir.Surahman. M.Tech.

Proyek Investasi yang serupa rencananya akan dibikin di Mandalika Resort - Lombok (NTB) sekitar 20 MW. Investasi Listrik sekala menengah/besar, dalam rangka "Go Green" untuk JBIA (Kertajati) hydbrid dengan PLN. Janten diperoyogikeun luas area sekitar 20 Ha (sebaiknya di daerah tanah tegalan yang kurang berfungsi guna). Seharusnya Sumedang yang memiliki Inisiatif bukan Majalengka.

"Namun rupinya Pemda Sumedang belum ada "kemauan" yang seperti itu!," Kata kang  Ir.H.Surahman M.Tech.

"Di Sumedang Banyak tanah pangangonan (lahan tidur)  Kang... Saya sempat lihat yang begini dipelosok Bali... hebat, gimana financial feasibility-na? Ini baru Top," Kata Ir.H.Didi Ahmadi Djamhir, MT

"Kalau ke Rencana Bandara Udara jadi Sudah barang tentu memerlukan listrik yang besar untuk mendukung Ujungjaya Jadi Kawasan Daerah Industri," penulis menimpali.

"Betul (PT. Waskita Energi) rencana mau investasi untuk penyediaan listrik di Mandalika Resort Lombok (rencana F1 Indonesia). Listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PLN untuk digunakan sebagai kebutuhan Resort sekitar 20 MW," Kata  Ir.H.Surahman M.Tech

"Lombok Selatan? atau dekat dengan Senggigi? Coba kalau Bansos lebih diefektifkan jadi Banlis (listrik) bagi daerah-daerah belum terjamah lisrik bagus sekali, karena indeks pendidikan akan terdongkrak," tanya Didi Ahmadi Djamhir, MT.

"Di Lombok Barat kang, kemarin pulang presentasi ka Paris sareng wamen BUMN kanggo kerjasama sareng investor France, memakai produk ti German. Manawi kabiruyungan tadi na mah bade umajak ka Pemda SMD (pami kersaeun) kanggo penyediaan listrik di Airport Kertajati, sateuacan ditawiskeun ka Majalengka," Kata Kang Surahman dalam bahasa Sunda.

"Sip atuh sae pisan, pembicaraan mah tiasa disounding ka Pak Bupati ayeuna sareng end-user (Menhub? PAP II), cocok pami kanggo bandara sabab mampu recovery user charge-na."kata Ir. Didi Ahmadi Djamhir, MT.

"Muhun tadina mah bade sakantenan engke tepang ping.29/03/2014 di TMII margi aya uleman ti Bupati, sareng kaleresan Waskita Karya anu ngadamel airport-kertajati ayeuna teh," Kata Ir.H.Surahman M.Tech

"Numutkeun pamadegan abdi mah Cop! pisan pami sumber PLTS sudah dimulai di Sumedang,,, tong kapayunan ku urang deungeun nu tos memprediksi jalur Bandung-Cirebon (alias Sumedang) yang paling potensial bagi peradaban Indonesia masa depan," Kata Ir. Didi Ahmadi Djamhir, MT.

"Insyaalloh..., engke panginten urang dugikeun deui melalui SMTV, sasih kamari parantos dibahas tentang potensi Upper Cimanuk-Hydro Power Plant, margi sim kuring langsung anu nga-designna, tiasa menghasilkan install capacity sekitar 2x20 MW.  Bila Pemda Sumedang share sekitar 10% saja akan menghasilkan : 10% x 24 x 360 x 40,000 x Rp.656 x 0.75 = Rp.17 Milayar/tahun. Numutkeun sim kuring mah pami janten PADS, Sumedang teh kanggo Bebas SPP + Berobat mah cekap kang...!," Kata Ir.H.Surahman M.Tech mengakhir pembicaraan.

Insya Allah Sumedang Hurip....kapayunanna (dediesmd)
Read More »

14/03/14

Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Perkotaan

Apa yang akan terjadi bila pemanfaatan ruang diperkotaan dilaksanakan tanpa adanya pengendalian sesuai perencanaan. Contohnya kawasan industri berdekatan dengan permukiman penduduk, pusat perbelanjaan berdiri megah di tengah permukiman, perkantoran pemerintah berseberangan dengan mall. Banyak hal negatif yang muncul. Kekacauan, kekumuhan, tidak tertatanya bangunan, tiadanya estetika dan kesemrawutan wajah kota serta dampak negatif lainnya bagi lingkungan. Semua ini berakibat sulitnya dalam penataan jaringan utilitas, penyediaan fasilitas publik, dampak negatif bagi kondisi sosial, mencoloknya kesenjangan ekonomi antar lapisan masyarakat, biaya yang tinggi untuk penyelesaian masalah lingkungan dan berbagai hal negatif lainnya.


Tentunya untuk mencegah berbagai hal negatif tersebut diatas, perlu adanya pengendalian pemanfaatan ruang agar pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan ruang yang telah dibuat. Begitu banyaknya dana, tenaga dan pikiran yang telah dikeluarkan dalam pembuatan Rencana Tata Ruang seperti pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten  (RTRWK),  RDTRK, RTBL, Blok Plan dan dokumen rencana detail lainnya. Sayang bila dokumen-dokumen rencana ini tidak diimplementasikan sebagaimana mestinya.

Untuk itu, agar dokumen perencanaan ruang bisa dilaksanakan dan pemanfaatan ruang yang ada mengacu kepada dokumen ini, perlu pengendalian pemanfaatan ruang. Pemerintah selaku pelaku utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang, mempunyai berbagai instrumen atau alat pengendalian. Sesuai dengan UU Penataan Ruang No.26/2007, instrumen tersebut adalah peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Peraturan zonasi

Instrumen ini telah lama digunakan di negara lain seperti Amerika Serikat, Jerman, Singapura dan Jepang. Di Indonesia sendiri, secara legal peraturan zonasi merupakan instrumen yang baru dipakai yaitu sejak diundangkannya UU Penataan Ruang No.26/2007. Sesuai UU ini, peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Selanjutnya peraturan zonasi ditetapkan dengan : 

(a) peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional.
(b) peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi.
(c) peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

Perizinan

Instrumen perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU PR No.26/2007 juga mengatur sebagai berikut:

(a) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(b) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum;

(c) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya;

(d) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(e), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin;

(f) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak; 

(g) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan

(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan pemerintah.

Insentif dan Disinsentif

Insentif  merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Selanjutnya, Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: (a) Pemerintah kepada pemerintah daerah; (b) pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan (c) pemerintah kepada masyarakat.

Pengenaan Sanksi.  

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.


Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana kewajiban diatas, dikenai sanksi administratif dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah tidak akan berhasil bila tanpa didukung oleh masyarakat dan semua pihak yang berperan dalam pembangunan. Instrumen pengendalian hanyalah alat, alat akan berfungsi sebagaimana mestinya bila semua pihak berkeinginan menggunakannya dengan benar. Pemerintah dengan kesadaran penuh mengawal setiap kegiatan agar sesuai dengan rencana yang ada.  Masyarakat juga bisa membantu pemerintah dalam mengontrol pemanfaatan ruang, yaitu dengan mengadukan kepada pemerintah setiap kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana ruang. Pemerintah pun harus mengambil tindakan tegas terhadap setiap kegiatan yang melanggar. Bila semua pihak telah berperan positif dalam pemanfaatan ruang di Indonesia, tentunya akan terwujud wajah kota dan wilayah yang mempunyai estetika dan menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi warganya.

Viva Planolog

salam

dediesmd
Read More »

04/03/14

Konsepsi Didi Djamhir Untuk Pasar Tanjungsari

Seorang Planner asli Sumedang menyumbangkan pemikiran untuk menata pasar Tanjungsari, untuk permasalahan sekitar kemacetan pasar Kota Kecamatan Tanjungsari Sumedang.  Didi Ahmadi Djamhir mengemukakan 5 konsep untuk penataaan pasar tanjungsari, yaitu :

1. Management Lalu lintas

2. Penataan daerah manfaat jalan

3. Pembuatan marka jalan dengan pembangunan Jembatan Penyebrangan Orang (JPO)

4. Untuk terminal transit Bis kota di tempatkan dekat sari eco, dan tanah pengurugan diambil dari tanah cut and fill tanah sekitarnya. Selain itu bisa juga dibangun ruko di belakakang  tempat transit bus kota tersebut.

5. Dan disekitar Ciromed dibuat Run about
Read More »

03/03/14

Sudah Benarkah Penempatan Kaki Lima di Sekitar Gunung Kunci

Lokasi Pedagang Kaki Lima Di sekitar  Gunung Kunci Sumedang
Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dengan bertambahnya tenaga kerja dan lapangan kerja melalui sektor formal dan sektor informal. Tetapi dengan terbatasnya peluang yang ada di sektor formal, menyebabkan sektor informal perkotaan tumbuh dan berkembang menjadi sesuatu yang fenomenal. Sektor informal yang menjadi ikon perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL Pertumbuhan PKL yang sporadis menyebabkan kesemrawutan dan membutuhkan perhatian berupa penataan. Sebelum melakukan penataan, pemerintah seharusnya melakukan kajian terlebih dahulu agar kepentingan kaum marginal dapat disalurkan. Kebijakan mengenai PKL ini membutuhkan pengetahuan yang baik tentang keberadaan mereka, baik motivasi maupun masukan/aspirasinya.

Masalah perdagangan Kaki Lima memang selalu menjadi masalah pelik dalam urban development planning, kita bisa lihat di beberapa kota-kota di Indonesia. Masalah Kaki selalu tak kunjung terselesaikan disamping adanya berbagai kepentingan. Begitu juga faktor perdagangan sangat syarat akan lokasi yang paling aksesibilitas. Ya lantas kemanakah lokasi perdagangan K 5 ini dialihkan sudah barang faktor ketersediaan lahan turut patut diperhitungkan dalam mengalokasikannya dan sudah tentu tanah tersebut tanah miiik pemda setempat atau tanah yang dibebaskan untuk pengalokasian k-5 tersebut dengan mempertimbangkan faktor-faktor tingkat kemacetan, kebersihan dan lingkungan hidup. Sumedang dengan tingkat perkembangan kota yang relatif sedang jika dibandingkan dengan kota kabupaten lainnya yang tumbuh lebih cepat karena sangat dipengaruhi faktor topografi yang berada diatas kemiringan lahan  50 %, sehingga perkembangan kota sumedang jika kita lihat sektor perdagangan cenderung terpusat pada kawasan CBD (central bisnis ditric) saja.  

Upaya relokasi para pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan Alun-alun Sumedang ke area wisata Gunung Kunci, yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumedang beberapa bulan terakhir, dinilai mubazir seperti yang dirilis koran pikiran rakyat.com dan kabar-priangan.com

Pasalnya, selain akan membuat kumuh kawasan wisata Gunung kunci, keberadaan PKL di lokasi itu pun justru akan membuat rugi para pedagangnya.

Penilaian tersebut disampaikan salah seorang praktisi lingkungan dari LSM Karembi, Azis Hidayat, kepada wartawan baru-baru ini. “Kawasan Gunung Kunci ini setiap harinya kan selalu sepi dari pengunjung. Jadi kalau PKL ditempatkan di lokasi yang seperti itu nanti siapa yang akan membelinya,” kata Azis.

Menurut Azis, beberapa bulan lalu Pemkab Sumedang melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH), telah berupaya merelokasi para PKL yang biasa mangkal di seputaran Alun-alun Sumedang ke kawasan wisata Gunung Kunci.

Penempatan PKL yang menghabiskan anggaran ratusan juta dari dana CSR ini awalnya dipandang sebagai salah satu langkah untuk menyelamatkan keberadaan Alun-alun Sumedang agar bisa tetap terlihat asri, sekaligus untuk melegalkan para PKL supaya bisa lebih nyaman dalam berjualan.

Namun faktanya, tidak lama setelah proses relokasi tersebut sedikit demi sedikit para PKL itu justru malah meninggalkan lapak dagang yang telah dibangun Pemkab, dengan alasan mereka mengalami kerugian berjualan di sana akibat tidak adanya pembeli.

“Bayangkan saja, dari 28 PKL yang ditempatkan di Gunung Kunci, kini yang tersisa paling hanya tinggal 3 orang saja. Mereka itu kabur karena jualannya sepi, sebab yang biasanya berpenghasilan kotor Rp 300.000,- per hari, di lokasi dagangnya yang baru mereka ternyata paling bagus hanya menghasilkan Rp 30.000,” ujarnya.

Selain merasa prihatin terhadap keberadaan para PKL itu, Azis pun mengaku prihatin juga terhadap keberadaan Gunung Kunci yang sekarang, dimana bangunan lapak-lapak untuk PKL yang telah dibangun di sekitar halaman pintu masuk Gunung Kunci itu justru akan membuat keberadaan tempat wisata tersebut jadi terlihat kumuh.

Menanggapi soal pernyataan ini, Kepala BLH Kabupaten Sumedang, Agus Sukandar menyebutkan, penempatan PKL ke lokasi itu sebenarnya bukan tanpa pertimbangan, akan tetapi sudah dengan perhitungan yang matang.

Sebab kata Agus, Taman hutan raya Gunung Kunci ini merupakan salah satu tempat wisata strategis yang sangat dekat dengan pusat kota dan terletak di pinggir jalan Nasional. Hal ini dipandang sangat berpotensi sebagai tempat mangkal para PKL.

“Pemkab memang menginginkan Alun-alun Sumedang bisa kembali tertata dengan rapi, makanya kami terpaksa harus merelokasi para PKL di alun-alun ke Gunung Kunci. Penempatan ini tentunya bukan tanpa dasar, tetapi sudah melalui berbagai kajian serta pertimbangan, dan lokasi Gunung Kunci ini justru dianggap sebagai tempat yang paling layak,” katanya.

Padahal kata Agus, seharusnya para PKL ini bisa sedikit bersabar, sebab siapa tahu kedepannya lokasi itu bisa lebih ramai. Apalagi sesuai informasi, pada tahun ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sumedang, akan melakukan penataan sarana rekreasi dan hiburan di Taman hutan raya Gunung kunci.

“Kedepannya Gunung­kunci ini pasti ramai. Jadi tolong bersabar saja dulu, segala sesuatunya juga kan perlu proses,” harapnya. 



PKL di Gunung Kunci dan Pacuan Kuda Tak Boleh Pindah ke Lokasi Lain

Lokasi Pedagang Kaki Lima Pacuan Kuda

Para pedagang kaki lima (PKL) di Gunung Kunci, Jln. Pangeran Sugih, Kec. Sumedang Selatan dan Lapangan Pacuan Kuda di Jln. Mayor Abdurachman, Kec. Sumedang Utara, dilarang pindah ke lokasi lainnya.

Pasalnya, penempatan kedua lokasi itu sudah disahkan dan dilegalisasi melalui SK Bupati. Para PKL tersebut, sebelumnya pindahan dari kawasan Alun-alun Sumedang. Mengingat alun-alun adalah lokasi yang bebas dari perdagangan kaki lima.

“Dengan SK Bupati itu, para PKL di Gunung Kunci dan Lapangan Pacuan Kuda tidak boleh pindah ke lokasi lainnya. Apalagi ke lokasi semula di sekitar Alun-alun,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kab. Sumedang, Agus Sukandar ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (31/1/2014).

Supaya kedua lokasi tersebut ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat lainnya, lanjut dia, BLH sudah berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melakukan berbagai penataan.

Guna meramaikan suasana di kawasan Tahura (taman hutan rakyat) Gunung Kunci, tahun ini Dishutbun akan melakukan penataan supaya ramai dikunjungi masyarakat.

“Untuk penataannya, sudah dianggarkan dalam APBD tahun ini. Seperti apa penataannya dan berapa anggarannya? Dishutbun yang tahu,” tuturnya.

Hanya saja, untuk meramaikan suasana di Tahura Gunung Kunci, di dalam kawasannya akan diadakan rekreasi keluarga berupa outbond, flying fox dan rumah pohon.

“Sementara di pelataran parkirnya, setiap dua minggu sekali akan diadakan panggung hiburan yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora),” ujar Agus.

Dikatakan, begitupula dengan penataan Lapangan Pacuan Kuda. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) akan menguruk lahan di sekitar lokasi supaya tidak becek ketika hujan.

Selain itu juga akan menanam pohon supaya suasananya teduh, sejuk dan rindang oleh pepohonan. Setiap dua minggu sekali akan ada pagelaran kesenian, budaya dan pentas hiburan di Gedung Kesenian.

“Kami bersama dinas lainnya berusaha supaya kedua tempat PKL tersebut ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat. Sebab tak dipungkiri, ada laporan para PKL yang mengeluh jualannya sepi dan kurang laku akibat konsumennya sedikit. Mudah-mudahan dengan upaya tersebut, suasana di Gunung Kunci maupun di Pacuan Kuda ramai dan lebih semarak sehingga perdagangan para PKL bergairah lagi,” katanya

Menanggapi hal itu, Koordinator PKL di Gunung Kunci, Mas Sugih membenarkan BLH sudah memberikan solusi agar suasana di Tahura Gunung Kunci ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat.

Solusi tersebut, yakni mengadakan outbond, flying fox dan rumah pohon. Selain itu, setiap dua minggu sekali akan digelar panggung hiburan untuk menyedot kunjungan masyarakat.

“Kita terima solusi dari BLH itu. Mudah-mudahan, ke depan suasana di Gunung Kunci ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat. Sebetulnya, kami juga tidak ingin pindah. Asalkan, jualannya laku dan konsumennya banyak. Kalau sepi terus seperti ini, dari mana kami bisa memberi makan keluarga di rumah. Modal yang ada saja, sedikit demi sedikit habis terpakai kebutuhan di rumah. Jadi, kami sangat berharap pemerintah lebih peka memperhatikan nasib para PKL ini,” ujar Mas Sugih.

Kesimpulan : dengan penempatan dua lokasi K-5 sebenarnya cukup bijaksana Pemkab Sumedang dalam menempatkan masalah sektor kaki lima di kota Sumedang tercinta ini, masih beruntung para pedagang K-5 ini Pemkab masih bersikap bijak dalam pengalokasiannya.
Read More »