Lokasi Pedagang Kaki Lima Di sekitar Gunung Kunci Sumedang |
Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dengan bertambahnya tenaga kerja dan lapangan kerja melalui sektor formal dan sektor informal. Tetapi dengan terbatasnya peluang yang ada di sektor formal, menyebabkan sektor informal perkotaan tumbuh dan berkembang menjadi sesuatu yang fenomenal. Sektor informal yang menjadi ikon perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL Pertumbuhan PKL yang sporadis menyebabkan kesemrawutan dan membutuhkan perhatian berupa penataan. Sebelum melakukan penataan, pemerintah seharusnya melakukan kajian terlebih dahulu agar kepentingan kaum marginal dapat disalurkan. Kebijakan mengenai PKL ini membutuhkan pengetahuan yang baik tentang keberadaan mereka, baik motivasi maupun masukan/aspirasinya.
Masalah perdagangan Kaki Lima memang selalu menjadi masalah pelik dalam urban development planning, kita bisa lihat di beberapa kota-kota di Indonesia. Masalah Kaki selalu tak kunjung terselesaikan disamping adanya berbagai kepentingan. Begitu juga faktor perdagangan sangat syarat akan lokasi yang paling aksesibilitas. Ya lantas kemanakah lokasi perdagangan K 5 ini dialihkan sudah barang faktor ketersediaan lahan turut patut diperhitungkan dalam mengalokasikannya dan sudah tentu tanah tersebut tanah miiik pemda setempat atau tanah yang dibebaskan untuk pengalokasian k-5 tersebut dengan mempertimbangkan faktor-faktor tingkat kemacetan, kebersihan dan lingkungan hidup. Sumedang dengan tingkat perkembangan kota yang relatif sedang jika dibandingkan dengan kota kabupaten lainnya yang tumbuh lebih cepat karena sangat dipengaruhi faktor topografi yang berada diatas kemiringan lahan 50 %, sehingga perkembangan kota sumedang jika kita lihat sektor perdagangan cenderung terpusat pada kawasan CBD (central bisnis ditric) saja.
Upaya relokasi para pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan Alun-alun Sumedang ke area wisata Gunung Kunci, yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumedang beberapa bulan terakhir, dinilai mubazir seperti yang dirilis koran pikiran rakyat.com dan kabar-priangan.com
Pasalnya, selain akan membuat kumuh kawasan wisata Gunung kunci, keberadaan PKL di lokasi itu pun justru akan membuat rugi para pedagangnya.
Pasalnya, selain akan membuat kumuh kawasan wisata Gunung kunci, keberadaan PKL di lokasi itu pun justru akan membuat rugi para pedagangnya.
Penilaian tersebut disampaikan salah seorang praktisi lingkungan dari LSM Karembi, Azis Hidayat, kepada wartawan baru-baru ini. “Kawasan Gunung Kunci ini setiap harinya kan selalu sepi dari pengunjung. Jadi kalau PKL ditempatkan di lokasi yang seperti itu nanti siapa yang akan membelinya,” kata Azis.
Menurut Azis, beberapa bulan lalu Pemkab Sumedang melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH), telah berupaya merelokasi para PKL yang biasa mangkal di seputaran Alun-alun Sumedang ke kawasan wisata Gunung Kunci.
Penempatan PKL yang menghabiskan anggaran ratusan juta dari dana CSR ini awalnya dipandang sebagai salah satu langkah untuk menyelamatkan keberadaan Alun-alun Sumedang agar bisa tetap terlihat asri, sekaligus untuk melegalkan para PKL supaya bisa lebih nyaman dalam berjualan.
Namun faktanya, tidak lama setelah proses relokasi tersebut sedikit demi sedikit para PKL itu justru malah meninggalkan lapak dagang yang telah dibangun Pemkab, dengan alasan mereka mengalami kerugian berjualan di sana akibat tidak adanya pembeli.
“Bayangkan saja, dari 28 PKL yang ditempatkan di Gunung Kunci, kini yang tersisa paling hanya tinggal 3 orang saja. Mereka itu kabur karena jualannya sepi, sebab yang biasanya berpenghasilan kotor Rp 300.000,- per hari, di lokasi dagangnya yang baru mereka ternyata paling bagus hanya menghasilkan Rp 30.000,” ujarnya.
Selain merasa prihatin terhadap keberadaan para PKL itu, Azis pun mengaku prihatin juga terhadap keberadaan Gunung Kunci yang sekarang, dimana bangunan lapak-lapak untuk PKL yang telah dibangun di sekitar halaman pintu masuk Gunung Kunci itu justru akan membuat keberadaan tempat wisata tersebut jadi terlihat kumuh.
Menanggapi soal pernyataan ini, Kepala BLH Kabupaten Sumedang, Agus Sukandar menyebutkan, penempatan PKL ke lokasi itu sebenarnya bukan tanpa pertimbangan, akan tetapi sudah dengan perhitungan yang matang.
Sebab kata Agus, Taman hutan raya Gunung Kunci ini merupakan salah satu tempat wisata strategis yang sangat dekat dengan pusat kota dan terletak di pinggir jalan Nasional. Hal ini dipandang sangat berpotensi sebagai tempat mangkal para PKL.
“Pemkab memang menginginkan Alun-alun Sumedang bisa kembali tertata dengan rapi, makanya kami terpaksa harus merelokasi para PKL di alun-alun ke Gunung Kunci. Penempatan ini tentunya bukan tanpa dasar, tetapi sudah melalui berbagai kajian serta pertimbangan, dan lokasi Gunung Kunci ini justru dianggap sebagai tempat yang paling layak,” katanya.
Padahal kata Agus, seharusnya para PKL ini bisa sedikit bersabar, sebab siapa tahu kedepannya lokasi itu bisa lebih ramai. Apalagi sesuai informasi, pada tahun ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sumedang, akan melakukan penataan sarana rekreasi dan hiburan di Taman hutan raya Gunung kunci.
“Kedepannya Gunungkunci ini pasti ramai. Jadi tolong bersabar saja dulu, segala sesuatunya juga kan perlu proses,” harapnya.
PKL di Gunung Kunci dan Pacuan Kuda Tak Boleh Pindah ke Lokasi Lain
Lokasi Pedagang Kaki Lima Pacuan Kuda |
Para pedagang kaki lima (PKL) di Gunung Kunci, Jln. Pangeran Sugih, Kec. Sumedang Selatan dan Lapangan Pacuan Kuda di Jln. Mayor Abdurachman, Kec. Sumedang Utara, dilarang pindah ke lokasi lainnya.
Pasalnya, penempatan kedua lokasi itu sudah disahkan dan dilegalisasi melalui SK Bupati. Para PKL tersebut, sebelumnya pindahan dari kawasan Alun-alun Sumedang. Mengingat alun-alun adalah lokasi yang bebas dari perdagangan kaki lima.
“Dengan SK Bupati itu, para PKL di Gunung Kunci dan Lapangan Pacuan Kuda tidak boleh pindah ke lokasi lainnya. Apalagi ke lokasi semula di sekitar Alun-alun,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kab. Sumedang, Agus Sukandar ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (31/1/2014).
Supaya kedua lokasi tersebut ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat lainnya, lanjut dia, BLH sudah berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melakukan berbagai penataan.
Guna meramaikan suasana di kawasan Tahura (taman hutan rakyat) Gunung Kunci, tahun ini Dishutbun akan melakukan penataan supaya ramai dikunjungi masyarakat.
“Untuk penataannya, sudah dianggarkan dalam APBD tahun ini. Seperti apa penataannya dan berapa anggarannya? Dishutbun yang tahu,” tuturnya.
Hanya saja, untuk meramaikan suasana di Tahura Gunung Kunci, di dalam kawasannya akan diadakan rekreasi keluarga berupa outbond, flying fox dan rumah pohon.
“Sementara di pelataran parkirnya, setiap dua minggu sekali akan diadakan panggung hiburan yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora),” ujar Agus.
Dikatakan, begitupula dengan penataan Lapangan Pacuan Kuda. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) akan menguruk lahan di sekitar lokasi supaya tidak becek ketika hujan.
Selain itu juga akan menanam pohon supaya suasananya teduh, sejuk dan rindang oleh pepohonan. Setiap dua minggu sekali akan ada pagelaran kesenian, budaya dan pentas hiburan di Gedung Kesenian.
“Kami bersama dinas lainnya berusaha supaya kedua tempat PKL tersebut ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat. Sebab tak dipungkiri, ada laporan para PKL yang mengeluh jualannya sepi dan kurang laku akibat konsumennya sedikit. Mudah-mudahan dengan upaya tersebut, suasana di Gunung Kunci maupun di Pacuan Kuda ramai dan lebih semarak sehingga perdagangan para PKL bergairah lagi,” katanya
Menanggapi hal itu, Koordinator PKL di Gunung Kunci, Mas Sugih membenarkan BLH sudah memberikan solusi agar suasana di Tahura Gunung Kunci ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat.
Solusi tersebut, yakni mengadakan outbond, flying fox dan rumah pohon. Selain itu, setiap dua minggu sekali akan digelar panggung hiburan untuk menyedot kunjungan masyarakat.
“Kita terima solusi dari BLH itu. Mudah-mudahan, ke depan suasana di Gunung Kunci ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat. Sebetulnya, kami juga tidak ingin pindah. Asalkan, jualannya laku dan konsumennya banyak. Kalau sepi terus seperti ini, dari mana kami bisa memberi makan keluarga di rumah. Modal yang ada saja, sedikit demi sedikit habis terpakai kebutuhan di rumah. Jadi, kami sangat berharap pemerintah lebih peka memperhatikan nasib para PKL ini,” ujar Mas Sugih.
Kesimpulan : dengan penempatan dua lokasi K-5 sebenarnya cukup bijaksana Pemkab Sumedang dalam menempatkan masalah sektor kaki lima di kota Sumedang tercinta ini, masih beruntung para pedagang K-5 ini Pemkab masih bersikap bijak dalam pengalokasiannya.
Artikel Terkait :
0 komentar:
Posting Komentar