19/03/14

Jika Lahan Tidur di Sumedang Dikembangkan Untuk Listrik Tenaga Surya

Di Kabupaten Sumedang banyak lahan tidur yang tidak produktif seperti didaerah Wado, Darmaraja, Situraja, Jatinunggal dan Ujungjaya. Kecamatan Ujungjaya yang direncanakan sebagai Kawasan Industri dan penyangga bandara Udara Aerocity Kertajati Majalengka sudah barang tentu membutuhkan kebutuhan akan sumber daya listrik dalam skala menengah dan besar sebagai utilitas penunjangnya.

"Kalau di daerah Sumedang ada tanah yang tidak produktif (tegalan), sekitar 20 Ha atau lebih. Bagaimana kalau kita kembangkan untuk jadi PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) seperti di bawah ini," Kata Ir.Surahman. M.Tech.

Proyek Investasi yang serupa rencananya akan dibikin di Mandalika Resort - Lombok (NTB) sekitar 20 MW. Investasi Listrik sekala menengah/besar, dalam rangka "Go Green" untuk JBIA (Kertajati) hydbrid dengan PLN. Janten diperoyogikeun luas area sekitar 20 Ha (sebaiknya di daerah tanah tegalan yang kurang berfungsi guna). Seharusnya Sumedang yang memiliki Inisiatif bukan Majalengka.

"Namun rupinya Pemda Sumedang belum ada "kemauan" yang seperti itu!," Kata kang  Ir.H.Surahman M.Tech.

"Di Sumedang Banyak tanah pangangonan (lahan tidur)  Kang... Saya sempat lihat yang begini dipelosok Bali... hebat, gimana financial feasibility-na? Ini baru Top," Kata Ir.H.Didi Ahmadi Djamhir, MT

"Kalau ke Rencana Bandara Udara jadi Sudah barang tentu memerlukan listrik yang besar untuk mendukung Ujungjaya Jadi Kawasan Daerah Industri," penulis menimpali.

"Betul (PT. Waskita Energi) rencana mau investasi untuk penyediaan listrik di Mandalika Resort Lombok (rencana F1 Indonesia). Listrik yang dihasilkan akan dibeli oleh PLN untuk digunakan sebagai kebutuhan Resort sekitar 20 MW," Kata  Ir.H.Surahman M.Tech

"Lombok Selatan? atau dekat dengan Senggigi? Coba kalau Bansos lebih diefektifkan jadi Banlis (listrik) bagi daerah-daerah belum terjamah lisrik bagus sekali, karena indeks pendidikan akan terdongkrak," tanya Didi Ahmadi Djamhir, MT.

"Di Lombok Barat kang, kemarin pulang presentasi ka Paris sareng wamen BUMN kanggo kerjasama sareng investor France, memakai produk ti German. Manawi kabiruyungan tadi na mah bade umajak ka Pemda SMD (pami kersaeun) kanggo penyediaan listrik di Airport Kertajati, sateuacan ditawiskeun ka Majalengka," Kata Kang Surahman dalam bahasa Sunda.

"Sip atuh sae pisan, pembicaraan mah tiasa disounding ka Pak Bupati ayeuna sareng end-user (Menhub? PAP II), cocok pami kanggo bandara sabab mampu recovery user charge-na."kata Ir. Didi Ahmadi Djamhir, MT.

"Muhun tadina mah bade sakantenan engke tepang ping.29/03/2014 di TMII margi aya uleman ti Bupati, sareng kaleresan Waskita Karya anu ngadamel airport-kertajati ayeuna teh," Kata Ir.H.Surahman M.Tech

"Numutkeun pamadegan abdi mah Cop! pisan pami sumber PLTS sudah dimulai di Sumedang,,, tong kapayunan ku urang deungeun nu tos memprediksi jalur Bandung-Cirebon (alias Sumedang) yang paling potensial bagi peradaban Indonesia masa depan," Kata Ir. Didi Ahmadi Djamhir, MT.

"Insyaalloh..., engke panginten urang dugikeun deui melalui SMTV, sasih kamari parantos dibahas tentang potensi Upper Cimanuk-Hydro Power Plant, margi sim kuring langsung anu nga-designna, tiasa menghasilkan install capacity sekitar 2x20 MW.  Bila Pemda Sumedang share sekitar 10% saja akan menghasilkan : 10% x 24 x 360 x 40,000 x Rp.656 x 0.75 = Rp.17 Milayar/tahun. Numutkeun sim kuring mah pami janten PADS, Sumedang teh kanggo Bebas SPP + Berobat mah cekap kang...!," Kata Ir.H.Surahman M.Tech mengakhir pembicaraan.

Insya Allah Sumedang Hurip....kapayunanna (dediesmd)
Read More »

14/03/14

Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Perkotaan

Apa yang akan terjadi bila pemanfaatan ruang diperkotaan dilaksanakan tanpa adanya pengendalian sesuai perencanaan. Contohnya kawasan industri berdekatan dengan permukiman penduduk, pusat perbelanjaan berdiri megah di tengah permukiman, perkantoran pemerintah berseberangan dengan mall. Banyak hal negatif yang muncul. Kekacauan, kekumuhan, tidak tertatanya bangunan, tiadanya estetika dan kesemrawutan wajah kota serta dampak negatif lainnya bagi lingkungan. Semua ini berakibat sulitnya dalam penataan jaringan utilitas, penyediaan fasilitas publik, dampak negatif bagi kondisi sosial, mencoloknya kesenjangan ekonomi antar lapisan masyarakat, biaya yang tinggi untuk penyelesaian masalah lingkungan dan berbagai hal negatif lainnya.


Tentunya untuk mencegah berbagai hal negatif tersebut diatas, perlu adanya pengendalian pemanfaatan ruang agar pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan ruang yang telah dibuat. Begitu banyaknya dana, tenaga dan pikiran yang telah dikeluarkan dalam pembuatan Rencana Tata Ruang seperti pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten  (RTRWK),  RDTRK, RTBL, Blok Plan dan dokumen rencana detail lainnya. Sayang bila dokumen-dokumen rencana ini tidak diimplementasikan sebagaimana mestinya.

Untuk itu, agar dokumen perencanaan ruang bisa dilaksanakan dan pemanfaatan ruang yang ada mengacu kepada dokumen ini, perlu pengendalian pemanfaatan ruang. Pemerintah selaku pelaku utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang, mempunyai berbagai instrumen atau alat pengendalian. Sesuai dengan UU Penataan Ruang No.26/2007, instrumen tersebut adalah peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Peraturan zonasi

Instrumen ini telah lama digunakan di negara lain seperti Amerika Serikat, Jerman, Singapura dan Jepang. Di Indonesia sendiri, secara legal peraturan zonasi merupakan instrumen yang baru dipakai yaitu sejak diundangkannya UU Penataan Ruang No.26/2007. Sesuai UU ini, peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Selanjutnya peraturan zonasi ditetapkan dengan : 

(a) peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional.
(b) peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi.
(c) peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

Perizinan

Instrumen perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU PR No.26/2007 juga mengatur sebagai berikut:

(a) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(b) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum;

(c) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya;

(d) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(e), dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin;

(f) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak; 

(g) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan

(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan pemerintah.

Insentif dan Disinsentif

Insentif  merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.
Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Selanjutnya, Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh: (a) Pemerintah kepada pemerintah daerah; (b) pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan (c) pemerintah kepada masyarakat.

Pengenaan Sanksi.  

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.


Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana kewajiban diatas, dikenai sanksi administratif dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah tidak akan berhasil bila tanpa didukung oleh masyarakat dan semua pihak yang berperan dalam pembangunan. Instrumen pengendalian hanyalah alat, alat akan berfungsi sebagaimana mestinya bila semua pihak berkeinginan menggunakannya dengan benar. Pemerintah dengan kesadaran penuh mengawal setiap kegiatan agar sesuai dengan rencana yang ada.  Masyarakat juga bisa membantu pemerintah dalam mengontrol pemanfaatan ruang, yaitu dengan mengadukan kepada pemerintah setiap kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana ruang. Pemerintah pun harus mengambil tindakan tegas terhadap setiap kegiatan yang melanggar. Bila semua pihak telah berperan positif dalam pemanfaatan ruang di Indonesia, tentunya akan terwujud wajah kota dan wilayah yang mempunyai estetika dan menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi warganya.

Viva Planolog

salam

dediesmd
Read More »

04/03/14

Konsepsi Didi Djamhir Untuk Pasar Tanjungsari

Seorang Planner asli Sumedang menyumbangkan pemikiran untuk menata pasar Tanjungsari, untuk permasalahan sekitar kemacetan pasar Kota Kecamatan Tanjungsari Sumedang.  Didi Ahmadi Djamhir mengemukakan 5 konsep untuk penataaan pasar tanjungsari, yaitu :

1. Management Lalu lintas

2. Penataan daerah manfaat jalan

3. Pembuatan marka jalan dengan pembangunan Jembatan Penyebrangan Orang (JPO)

4. Untuk terminal transit Bis kota di tempatkan dekat sari eco, dan tanah pengurugan diambil dari tanah cut and fill tanah sekitarnya. Selain itu bisa juga dibangun ruko di belakakang  tempat transit bus kota tersebut.

5. Dan disekitar Ciromed dibuat Run about
Read More »

03/03/14

Sudah Benarkah Penempatan Kaki Lima di Sekitar Gunung Kunci

Lokasi Pedagang Kaki Lima Di sekitar  Gunung Kunci Sumedang
Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dengan bertambahnya tenaga kerja dan lapangan kerja melalui sektor formal dan sektor informal. Tetapi dengan terbatasnya peluang yang ada di sektor formal, menyebabkan sektor informal perkotaan tumbuh dan berkembang menjadi sesuatu yang fenomenal. Sektor informal yang menjadi ikon perkotaan adalah Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL Pertumbuhan PKL yang sporadis menyebabkan kesemrawutan dan membutuhkan perhatian berupa penataan. Sebelum melakukan penataan, pemerintah seharusnya melakukan kajian terlebih dahulu agar kepentingan kaum marginal dapat disalurkan. Kebijakan mengenai PKL ini membutuhkan pengetahuan yang baik tentang keberadaan mereka, baik motivasi maupun masukan/aspirasinya.

Masalah perdagangan Kaki Lima memang selalu menjadi masalah pelik dalam urban development planning, kita bisa lihat di beberapa kota-kota di Indonesia. Masalah Kaki selalu tak kunjung terselesaikan disamping adanya berbagai kepentingan. Begitu juga faktor perdagangan sangat syarat akan lokasi yang paling aksesibilitas. Ya lantas kemanakah lokasi perdagangan K 5 ini dialihkan sudah barang faktor ketersediaan lahan turut patut diperhitungkan dalam mengalokasikannya dan sudah tentu tanah tersebut tanah miiik pemda setempat atau tanah yang dibebaskan untuk pengalokasian k-5 tersebut dengan mempertimbangkan faktor-faktor tingkat kemacetan, kebersihan dan lingkungan hidup. Sumedang dengan tingkat perkembangan kota yang relatif sedang jika dibandingkan dengan kota kabupaten lainnya yang tumbuh lebih cepat karena sangat dipengaruhi faktor topografi yang berada diatas kemiringan lahan  50 %, sehingga perkembangan kota sumedang jika kita lihat sektor perdagangan cenderung terpusat pada kawasan CBD (central bisnis ditric) saja.  

Upaya relokasi para pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan Alun-alun Sumedang ke area wisata Gunung Kunci, yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sumedang beberapa bulan terakhir, dinilai mubazir seperti yang dirilis koran pikiran rakyat.com dan kabar-priangan.com

Pasalnya, selain akan membuat kumuh kawasan wisata Gunung kunci, keberadaan PKL di lokasi itu pun justru akan membuat rugi para pedagangnya.

Penilaian tersebut disampaikan salah seorang praktisi lingkungan dari LSM Karembi, Azis Hidayat, kepada wartawan baru-baru ini. “Kawasan Gunung Kunci ini setiap harinya kan selalu sepi dari pengunjung. Jadi kalau PKL ditempatkan di lokasi yang seperti itu nanti siapa yang akan membelinya,” kata Azis.

Menurut Azis, beberapa bulan lalu Pemkab Sumedang melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH), telah berupaya merelokasi para PKL yang biasa mangkal di seputaran Alun-alun Sumedang ke kawasan wisata Gunung Kunci.

Penempatan PKL yang menghabiskan anggaran ratusan juta dari dana CSR ini awalnya dipandang sebagai salah satu langkah untuk menyelamatkan keberadaan Alun-alun Sumedang agar bisa tetap terlihat asri, sekaligus untuk melegalkan para PKL supaya bisa lebih nyaman dalam berjualan.

Namun faktanya, tidak lama setelah proses relokasi tersebut sedikit demi sedikit para PKL itu justru malah meninggalkan lapak dagang yang telah dibangun Pemkab, dengan alasan mereka mengalami kerugian berjualan di sana akibat tidak adanya pembeli.

“Bayangkan saja, dari 28 PKL yang ditempatkan di Gunung Kunci, kini yang tersisa paling hanya tinggal 3 orang saja. Mereka itu kabur karena jualannya sepi, sebab yang biasanya berpenghasilan kotor Rp 300.000,- per hari, di lokasi dagangnya yang baru mereka ternyata paling bagus hanya menghasilkan Rp 30.000,” ujarnya.

Selain merasa prihatin terhadap keberadaan para PKL itu, Azis pun mengaku prihatin juga terhadap keberadaan Gunung Kunci yang sekarang, dimana bangunan lapak-lapak untuk PKL yang telah dibangun di sekitar halaman pintu masuk Gunung Kunci itu justru akan membuat keberadaan tempat wisata tersebut jadi terlihat kumuh.

Menanggapi soal pernyataan ini, Kepala BLH Kabupaten Sumedang, Agus Sukandar menyebutkan, penempatan PKL ke lokasi itu sebenarnya bukan tanpa pertimbangan, akan tetapi sudah dengan perhitungan yang matang.

Sebab kata Agus, Taman hutan raya Gunung Kunci ini merupakan salah satu tempat wisata strategis yang sangat dekat dengan pusat kota dan terletak di pinggir jalan Nasional. Hal ini dipandang sangat berpotensi sebagai tempat mangkal para PKL.

“Pemkab memang menginginkan Alun-alun Sumedang bisa kembali tertata dengan rapi, makanya kami terpaksa harus merelokasi para PKL di alun-alun ke Gunung Kunci. Penempatan ini tentunya bukan tanpa dasar, tetapi sudah melalui berbagai kajian serta pertimbangan, dan lokasi Gunung Kunci ini justru dianggap sebagai tempat yang paling layak,” katanya.

Padahal kata Agus, seharusnya para PKL ini bisa sedikit bersabar, sebab siapa tahu kedepannya lokasi itu bisa lebih ramai. Apalagi sesuai informasi, pada tahun ini Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Sumedang, akan melakukan penataan sarana rekreasi dan hiburan di Taman hutan raya Gunung kunci.

“Kedepannya Gunung­kunci ini pasti ramai. Jadi tolong bersabar saja dulu, segala sesuatunya juga kan perlu proses,” harapnya. 



PKL di Gunung Kunci dan Pacuan Kuda Tak Boleh Pindah ke Lokasi Lain

Lokasi Pedagang Kaki Lima Pacuan Kuda

Para pedagang kaki lima (PKL) di Gunung Kunci, Jln. Pangeran Sugih, Kec. Sumedang Selatan dan Lapangan Pacuan Kuda di Jln. Mayor Abdurachman, Kec. Sumedang Utara, dilarang pindah ke lokasi lainnya.

Pasalnya, penempatan kedua lokasi itu sudah disahkan dan dilegalisasi melalui SK Bupati. Para PKL tersebut, sebelumnya pindahan dari kawasan Alun-alun Sumedang. Mengingat alun-alun adalah lokasi yang bebas dari perdagangan kaki lima.

“Dengan SK Bupati itu, para PKL di Gunung Kunci dan Lapangan Pacuan Kuda tidak boleh pindah ke lokasi lainnya. Apalagi ke lokasi semula di sekitar Alun-alun,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kab. Sumedang, Agus Sukandar ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (31/1/2014).

Supaya kedua lokasi tersebut ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat lainnya, lanjut dia, BLH sudah berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melakukan berbagai penataan.

Guna meramaikan suasana di kawasan Tahura (taman hutan rakyat) Gunung Kunci, tahun ini Dishutbun akan melakukan penataan supaya ramai dikunjungi masyarakat.

“Untuk penataannya, sudah dianggarkan dalam APBD tahun ini. Seperti apa penataannya dan berapa anggarannya? Dishutbun yang tahu,” tuturnya.

Hanya saja, untuk meramaikan suasana di Tahura Gunung Kunci, di dalam kawasannya akan diadakan rekreasi keluarga berupa outbond, flying fox dan rumah pohon.

“Sementara di pelataran parkirnya, setiap dua minggu sekali akan diadakan panggung hiburan yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga (Disbudparpora),” ujar Agus.

Dikatakan, begitupula dengan penataan Lapangan Pacuan Kuda. Dinas Pekerjaan Umum (DPU) akan menguruk lahan di sekitar lokasi supaya tidak becek ketika hujan.

Selain itu juga akan menanam pohon supaya suasananya teduh, sejuk dan rindang oleh pepohonan. Setiap dua minggu sekali akan ada pagelaran kesenian, budaya dan pentas hiburan di Gedung Kesenian.

“Kami bersama dinas lainnya berusaha supaya kedua tempat PKL tersebut ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat. Sebab tak dipungkiri, ada laporan para PKL yang mengeluh jualannya sepi dan kurang laku akibat konsumennya sedikit. Mudah-mudahan dengan upaya tersebut, suasana di Gunung Kunci maupun di Pacuan Kuda ramai dan lebih semarak sehingga perdagangan para PKL bergairah lagi,” katanya

Menanggapi hal itu, Koordinator PKL di Gunung Kunci, Mas Sugih membenarkan BLH sudah memberikan solusi agar suasana di Tahura Gunung Kunci ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat.

Solusi tersebut, yakni mengadakan outbond, flying fox dan rumah pohon. Selain itu, setiap dua minggu sekali akan digelar panggung hiburan untuk menyedot kunjungan masyarakat.

“Kita terima solusi dari BLH itu. Mudah-mudahan, ke depan suasana di Gunung Kunci ramai dikunjungi konsumen dan masyarakat. Sebetulnya, kami juga tidak ingin pindah. Asalkan, jualannya laku dan konsumennya banyak. Kalau sepi terus seperti ini, dari mana kami bisa memberi makan keluarga di rumah. Modal yang ada saja, sedikit demi sedikit habis terpakai kebutuhan di rumah. Jadi, kami sangat berharap pemerintah lebih peka memperhatikan nasib para PKL ini,” ujar Mas Sugih.

Kesimpulan : dengan penempatan dua lokasi K-5 sebenarnya cukup bijaksana Pemkab Sumedang dalam menempatkan masalah sektor kaki lima di kota Sumedang tercinta ini, masih beruntung para pedagang K-5 ini Pemkab masih bersikap bijak dalam pengalokasiannya.
Read More »

19/02/14

Kabupaten Sumedang Tak Gelar Lelang Proyek Bendung Rengrang

Sumedang - Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sumedang tak akan melaksanakan lelang proyek pembangunan bendung Rengrang di Desa Cijambe, Kecamatan Paseh.

Bendung ini menjadi tanggung jawab Balai Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung karena pembuatannya ditujukan sebagai kompensasi Waduk Jatigede bagi warga Sumedang. Lelang akan dilaksanakan BBWS pada Juni 2014 nanti.

"Bendung Rengrang ini dibangun sebagai kompensasi Waduk Jatigede dari BBWS Cimanuk -Cisanggarung. jadi lelang akan dilaksanakan BBWS, bukan di Dinas PU Sumedang, jadi mencari info untuk pendaftaran lelang ke BBWS," kata Mamat Rahmat, Kabid Sumber Daya Air Dinas PU Sumedang, Jumat (17/1/2014).

Disebutkan Mamat, alokasi anggaran untuk mewujudkan bendung tersebut mencapai Rp111 miliar yang diambil dari APBN. Hal ini karena proyek tersebut menjadi tanggung jawab pusat untuk menyediakan pengairan bagi petani Sumedang mengingat ribuan hektare lahan sawah akan tergenang oleh Waduk Jatigede.

Sebelumnya bendung Rengrang sudah direncanakan sejak 2007 lalu. Namun pembangunannya tak kunjung mulai sehingga pada 2012 dilakukan kaji ulang DED. Saat itu direncanakan pembangunan akan dilakukan pada 2014.

"Jadi setelah dikaji ulang DED-nya, tahapan terus berlanjut," kata Mamat.

Bendung ini akan memanfaatkan sungai Cipeles. Air sungai di Dusun Parugpug, Desa Cijembe, Paseh ini akan ditinggikan permukaannya sehingga dapat mengairi areal persawahan di sekitarnya.

Dalam DED disebutkan, bendung ini mempunyai luas daerah irigasi hingga 3.819 hektare. Bendung ini rencananya akan mengaliri areal persawahan di Ujungjaya seluas 1.603 hektare, di Paseh seluas 1136,72 hektare, di Kecamatan Conggeang 888,04 hektare, dan di Tomo sebanyak 191,40 hektare.

Luasnya daerah irigasi bendung ini, membuat biaya pembangunan menjadi mahal. Hal itulah yang membuat bendung rengrang belum juga dibangun.

“Pembangunan diperkirakan membutuhkan dana 108 miliar,” tambahnya.

Selain bendung Rengrang, ada tiga bendung lainnya yang dijanjikan pemerintah sebagai kompensasi Jatigede, yaitu Bendung Cikandung Hilir, Cikandung Girang dan Leuwi Saheng.

Tiga bendung tersebut hanya membutuhkan biaya di bawah 10 miliar saja. Seluruh bendung akan didanai pemerintah pusat untuk pembangunan fisiknya, sementara pembebasan lahan dilakukan Pemkab Sumedang.

Sumber : inilah.com
Read More »

Sumedang Sambut Baik Jalur Kereta Api Super Cepat Bandung-Sumedang-Cirebon

Pemerintah Indonesia  bakal membangun jaringan perkereta-apian Bandung-Cirebon yang melintas Sumedang. Bahkan di tatar Sumedang ini akan dibangun tiga stasiun kereta api di Tanjungsari, Sumedang Kota dan juga Ujungjaya.

Kereta api supercepat yang akan mengambil rute Jakarta-Cirebon-Bandung sepanjang 357 KM. Memorandum of Agreement (MoA) tentang proyek bernilai US$ 3 miliar ini telah ditandatangani di Los Angeles, Amerika Serikat (AS).



Gambar Hanya Illustrasi saja
Bila impian ini jadi kenyataan, maka Indonesia atau Jawa Barat akan tercatat dalam sejarah menjadi tempat pertama di dunia bagi beroperasinya moda transportasi yang super canggih ini. Kereta supercepat ini akan mengalahkan kecepatan dan kecanggihan shinkansen, bullet train dari Jepang, maupun kereta supercepat di Paris, Prancis.


Dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (6/1/2010), KJRI Los Angeles memenuhi undangan CAEDZ (The Eco Synesis Group) pada tanggal 4 Januari 2010 di Los Angeles untuk menyaksikan penandatangan MoA beberapa konsorsium perusahaan di AS untuk Hydrogen Hi-Speed Rail Super Highway (H2RSH). KJRI Los Angeles diwakili oleh Konsul Ekonomi Edi Suharto dan Pejabat Promosi Investasi Los Angeles, Heldy S. Putera.

Gambar Hanya Illustrasi saja
 

Penandatangan MoA proyek US$ 3 miliar yang berupa pembangunan kereta super cepat dan ramah lingkungan Jakarta-Cirebon-Bandung sepanjang 357 km tersebut merupakan penandatanganan lanjutan dari penandatanganan awal yang dilakukan oleh beberapa konsorsium di Kuala Lumpur tanggal 1 Desember 2009.


Hadir dalam kesempatan acara yang difasilitasi oleh CAEDZ tersebut 20 orang pengusaha dari beberapa perusahaan yang tergabung dalam konsorsium seperti Aqua PhyD (California), Inc, McGladrey & Pullen (California), The Interstate Traveller Company LLC (Detroit) dan Copernicus International (California). eCompass Group diharapkan akan menandatangani MoA hari selanjutnya yakni tanggal 5 Januari 2010.

Gambar Hanya Illustrasi saja
Dengan penandatanganan MoA tersebut, seluruh konsorsium yang terdiri dari 15 perusahaan telah menandatangani MoA dimaksud. Kelima belas perusahaan yang tergabung dalam konsorsium tersebut terdiri dari Aon Risk Service Inc, Aqua-PhyD Inc, Aruna Solutions, Asian Energy Limited, Tricap Group, Copernicus International, eCompass Group, Fidelity National Financial, Global Green Management, McGladry & Pullen, Modular Integrated Technologies, Obermeyer Planen+Beraten, Pembinaan Aktif Gemilang, The Interstate Traveller Company, dan Tum Geotechnical Research.
Menurut Marjorie Hoeh, Director for Investment, Finance and Business Development CAEDZ, proyek tersebut merupakan salah satu proyek dari sejumlah proyek Pembangunan Koridor Ekonomi Jawa Barat yang mencakup wilayah Bandung, Sumedang, Majalengka dan Cirebon atau seluas 7.200 km2 atau kurang lebih seluas Silicon Valley di California (6,539 km2).
Keseluruhan proyek yang bernilai US$ 500 miliar tersebut di dalamnya termasuk rencana pembuatan Lapangan Terbang Internasional di Kertajati, Majalengka dan pembangunan serta pengembangan Pelabuhan laut Internasional di Cirebon.
Terkait time table Proyek H2RSH, Marjorie Hoeh menyampaikan bahwa feasibility study proyek tersebut akan mulai dilakukan pada tanggal 11 Januari 2010 yang akan berlangsung selama 90 hari. Setelah itu bila diputuskan feasible, proyek akan mulai dikerjakan dan dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun kereta super cepat tersebut sudah akan mulai beroperasi.
“Bila time table ini berjalan sesuai perencanaan, maka Jawa Barat atau Indonesia akan tercatat dalam sejarah menjadi tempat pertama di dunia bagi beroperasinya moda transportasi yang super canggih ini,” kata Edi Suharto.
Gambar Hanya Illustrasi saja
Menurut Edi, dalam tayangan video digambarkan bagaimana moda transportasi modern tersebut beroperasi dan memberi keuntungan/keunggulan jika dibandingkan dengan moda generasi sebelumnya seperti shinkansen (bullet train dari Jepang). Keuntungan tersebut antara lain terkait biaya konstruksi yang lebih murah (US$ 10 juta/mil sedangkan moda konvensional sampai US$ 36 juta/mil), break event point diperkirakan hanya 2 tahun sedangkan moda konvensional sekitar 50 tahun, berbeda dengan moda konvensional yang hanya mengangkut orang moda transportasi baru tersebut juga dapat dipergunakan untuk mengangkut barang (freights dan automobiles).

Rencana pembangunan jaringan perkeretaapian ini tercantum dalam Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang 2011-2031 yang diajukan Bupati Don Murdono ke DPRD.

“Pengajuan Raperda ini untuk dibahas lebih aspiratif di DPRD. Selain itu ada perubahan kebijakan nasional dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang,” kata Don dalam nota pengantar raperda dalam sidang paripurna di gedung DPRD, Kamis (21/7/2013).

Sumedang - Pemkab Sumedang menyambut baik rencana Ground Breaking atau peletakan batu pertama pembangunan monorel jalur Tanjungsari-Gedebage yang akan dilakukan sekitar enam bulan lagi.

Rencana ini sudah disampaikan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat melantik Bupati Sumedang Ade Irawan beberapa hari lalu.

"Kami siap dengan tahapan tersebut karena sekaligus memicu kami untuk mulai melaksakan RPJMD lima tahunan ini," kata Bupati Sumedang Ade Irawan, Kamis (15/1/2014).

Terpilihnya Tanjungsari sebagai salah satu tempat perluasan area Bandung Raya oleh Pemprov Jawa Barat menjadikan Pemkab harus lebih bersiap-siap menerima perubahan perkembangan wilayah. Mengingat di Tanjungsari dan sekitarnya, dua proyek besar sedang dilakukan yaitu Jalan Tol Cisumdawu dan Monorel. Sementara, Jatinangor dan kawasan di sekitarnya sedang dipersiapkan menjadi kawasan perkotaan.

"Beberapa penyesuaian bakal dibutuhkan dan hal itu sudah tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah di Sumedang," kata Ade.

Sebelumnya, Heryawan mengatakan, ground breaking akan dilakukan Agustus 2014. Hal itu, kata dia, menandai pembangunan fisik pertama pembangunan monorel jalur Tanjungsari-Gedebage.

Pembangunan ini akan selesai 2016. Selanjutnya, jalur lainnya menyusul hingga 20 tahun ke depan dengan investor dari Cina.

"Pembangunan monorel ini bertujuan mendukung transportasi perluasan area Bandung Raya. Jadi nanti bakal ada sarana transportasi lainnya, mungkin saja jalan tol yang menghubungkan langsung antara Bandung dan Ciamis," kata Aher.

Sumber : inilahkoran.com
Read More »

JICA Menyediakan Teknologi Sampah Plastik ke Tempat Pembuangan Akhir Cebu

The Japan International Cooperation Agency (JICA) menyediakan teknologi sampah plastik ke Kota Cebu untuk membantu kota mengubah limbah menjadi energi.

JICA mengatakan teknologi itu akan mengkonversi limbah plastik menjadi bahan bakar bulu yang dapat berguna untuk perusahaan semen dan industri dalam negeri lainnya .

Peralatan , yang merupakan produk produk perusahaan Jepang dari Mansei Recycle Systems Co Ltd , akan disediakan hanya sanitary landfill Cebu , para Inayawan Sanitary Landfill .

Pada Desember 2012, jumlah limbah yang disimpan dalam Inayawan Sanitary Landfill sudah dua kali lipat kapasitasnya .

Teknologi ini merupakan bagian dari Proyek Percontohan Survey JICA pada Menyebarkan UKM Technologies untuk membantu negara-negara berkembang.

" Kami bermitra dengan Kota Cebu dan usaha kecil dan menengah Jepang (UKM) untuk membantu Filipina mengkonversi bahan sampah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi . Dengan ini, JICA bertujuan untuk terus berbagi teknologi Jepang dan inovasi untuk membantu Filipina mengatasi tantangan pertumbuhan perkotaan ," kata Kepala Perwakilan JICA Filipina Takahiro Sasaki.

JICA juga berbagi peralatan pengurasan dari yang lain perusahaan UKM Jepang, Amcon Inc, untuk meningkatkan manajemen lumpur tinja City Cebu.

Pemerintah Kota Cebu, JICA dan Yokohama City bekerja sama untuk mencapai visi Mega Cebu 2050 dan 3 ditambah 1 strategi pembangunan yang berusaha untuk mendukung Cebu" pembangunan berkelanjutan dan tangguh yang melindungi dan memelihara lingkungan alam yang unik."

"Kami berharap bahwa Kota Cebu akan menjadi model bagi pemerintah daerah lainnya di Filipina ," kata Sasaki.
Read More »

JICA : Belajar Dari Delhi-Mumbai Industrial Koridor

The Japan International Cooperation Agency (JICA), sebuah badan pemerintah Jepang, mengatakan bahwa Delhi-Mumbai Industrial koridor (DMIC) adalah pelajaran yang baik bagi Badan dan mengatakan tidak akan mengadopsi strategi yang sama untuk koridor lain, terutama pada Chennai-Bengaluru-Industrial Corridor (CBIC).

Ichiguchi Tomohide, wakil senior (kepala perwakilan deputi) di India Kantor JICA mengatakan bahwa "ada pelajaran yang dipetik dari DMIC, karena seluruh proyek greenfield butuh waktu yang lama, akuisisi tanah yang dihadapi. Berbeda DMIC, CBIC tidak akan menjadi proyek greenfield total, "katanya. Dari proyek $ 10000000000 DMIC, kontribusi sejauh JICA adalah sekitar Rs 13,000-14,000 crore. Ini akan menjadi proyek terbesar untuk JICA di Dunia.

Pada Desember 2013, JICA menyampaikan laporan pertama interim pada Master Plan (2013-2033) untuk Chennai-Bengaluru Industrial Corridor (CBIC). Studi Master Plan meliputi koridor antara Chennai-Bengaluru-Chitradurga (560 km) yang tersebar di Tamil Nadu, Karnataka dan Andhra Pradesh. Studi ini mencakup perencanaan perspektif untuk koridor dan perencanaan rinci untuk dipilih industri-node.

Studi Master Plan adalah kelanjutan dari studi awal (Mei 2012-Oktober 2012) disusun oleh JICA yang mengidentifikasi berbagai hambatan infrastruktur dan kebijakan yang mempengaruhi investasi di wilayah tersebut.

Gwe sekarang mengidentifikasi titik simpul potensi hub industri di masing-masing negara, "kata Tomohide. Ia mengatakan fokus akan manufaktur dan perusahaan-perusahaan Jepang akan menjadi mesin untuk CBIC.
Read More »

Dampak Positif UU Amdal Lalin Bagi Pemanfaatan Ruang Di Koridor Jalan Arteri Primer?

Setiap pengembang yang akan mendirikan bangunan baru di wilayah Kabupaten Kediri terlebih dahulu harus memiliki ijin Analisis Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Amdal-Lalin) yang dikeluarkan oleh pihak tim terkait. Yakni Kepolisian, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pekerjaan Umum (PU), Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Amdal Lalin yakni perizinan yang diperuntukan bagi setiap warga dalam kelancaran lalu-lintas.

Dishub, akan memberikan rekomendasi kepada pihak pelaksana/pengembang terkait dengan semua yang berhubungan dengan lalu lintas dan bangunan tersebut. “Dishub berharap Perda Amdal Lalin bisa segera terbit di tahun 2013,”terangnya. Lalu bagaimana dengan bangunan yang belum direkomendasi Amdal Lalin tapi sudah terlanjur berdiri?
 
Pihak dishub akan memberi masukan atau saran agar disesuaikan. “Sejauh ini tidak ada keluhan dari pengusaha/pengembang berkaitan dengan pelaksanaan Amdal-Lalin ini,” imbuhnya ini.

Terkait hal itu Dishub terus melakukan sosialisasi tetang arti pentingnya Amdal Lalin bagi masyarakat, khususnya di kediri yang mulai padat lalu-lintas. “Amdal-Lalin ini bertujuan agar kediri tercipta tertib dalam berlalu lintas dan untuk menekan angka kemacetan,”ujarnya.

Amdal Lalin sebenarnya diatur dalam UU No 22 tahun 2009 Tetang Lalu lintas dan Jalan pasal 99 dan 100. Pada  pasal 99  ayat 1 (satu)  berbunyi, setiap  rencana pembangunan pusat kegiatan, pemukiman dan infrastruktur yang akan menimbulkan  gangguan kelancaran lalu lintas dan angkuatan jalan, wajib dilakukan  analisis dampak lingkungan.

Sebagai contoh , pendirian mal-mal  atau fasilitas umum lainnya, sebelum dibangun harus melaporkan  kepada  pihak yang berkompeten dalam hal ini Dishub. Laporan tersebut selanjutnya akan dikaji terlebih dahulu oleh konsultan atau tenaga ahli yang bersetifikat. ”Nanti tenaga ahli akan mengkaji apakah pembangunan layak  dari segi  dampak lalu lintas atau tidak.Takutnya bila tidak dilakukan akan terjadi kemacetan atau menggunakan badan jalan sebagai parkir kendaraan,” ujarnya.

Saat ini, pemberlakukan Amdal Lalin harus terus dilakukan. Karena kalau tidak dilakukan, maka ditakutkan kediri akan rawan macet. Untuk diketahui, peningkatan jumlah kendaraan terus terjadi sedangkan fasilitas jalan tidak seimbang. “Kedepan, sebelum mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), harus ada izin analisis dampak lalu–lintas terlebih dahulu,”pungkasnya. Sayangnya, dalam UU No 22 tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan belum mengatur jelas sanksi yang diberikan kepada para pelanggar. Sedangkan kendala di lapangan,  masih sulit menerapkan pasal-pasal tersebut dikarenakan  belum ada  peraturan pemerintah (PP) yang memback-upnya.  ”PP-nya penerapannya akan lebih diperketat lagi,” pungkasnya.
Read More »

TPSA Sumedang di Cimalaka Bisa Dikelola Dengan Metoda Landfill Gas (LFG)

Oleh : Ir. H.Surahman,M.Tech,M.Eng
Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPSA), bisa dikelola dengan pemanfaatan gas metan (CH4) dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir untuk dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik atau Kebutuhan Gas Rumah Tangga yaitu dengan Metoda Landfill Gas (LFG)

Landfill adalah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair.

 
Metode Pengolahan Sampah jadi Energi ada 2 system : Land Fill Gas (LFG) diambil Gas CH4 dari Timbunan Sampah, dan Gasifikasi Biomass, yaitu pembakaran Boiler dari Sampah yg sudah diolah dan dikeringkan (mirip dgn PLTU Batubara). Kapasitas Listrik yg dihasilkan tergantung kpd jumlah sampah yg ada. Untuk skala micro bisa menghasilkan kurang lebih  1 MW, skala kecil 1 s/d 10 MW, skala besar yaitu 10 MW.



Read More »

Pemkab Sumedang Susun Raperda untuk Atasi Sampah

DPRD Kabupaten Sumedang bersama Pemkab Sumedang telah menggodok peraturan daerah mengenai pengendalian sampah. Dengan aturan ini, diharapkan sampah tidak terus menumpuk dan menyebabkan bencana timbunan sampah.

Saat ini, raperda tersebut masih digodok anggota dewan dan direncanakan akan tuntas pada akhir Oktober ini. Jika sudah disahkan, diharapkan pada 2014 warga Sumedang dapat mengurangi produksi sampah rumah tangga dan melakukan pengelolaan kecil-kecilan.

“Jika tidak dibuat aturan, sampah ini kian tak bisa dikelola dan bisa menjadi bencana. Timbunannya kian tinggi sementara tak ada aturan yang mengharuskan warga untuk mengurangi sampah rumah tangga mereka,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sumedang Agus Sukandar dalam rapat pembahasan raperda di DPRD Sumedang, Rabu (16/10/2013).

Dia menjelakan, aturan itu ditujukan untuk pengelolaan sampah rumah tangga. Kini, timbunan sampah rumah tangga mencapai 485,18 meter kubik perharinya dan terus bertambah setiap bulan.

Diakui Agus, pelayanan sampah yang minim kian menambah timbunan sampah. Tidak hanya terjadi di Tempat Pembuangan Sampah Akhir Sampah (TPAS), di tempat pembuangan sementara pun sampah terus menumpuk.

Saat ini, BLHD melakukan pelayanan sampah melalui 3 UPT Badan Pengelolaan Sampah, yaitu UPTB Pengelolaan Sampah Wilayah Sumedang Kota, Jatinangor dan Cimalaka.

Menurut Agus, timbunan sampah akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan infrastruktur masyarakat serta pelaksanaan beberapa proyek pembangunan strategis di Sumedang.

“Pertumbuhan penduduk semakin tinggi dan beberapa proyek nasional yang akan segera berfungsi tentu akan menambah volume sampah. Terus terang kami khawatir,” kata Agus.
Read More »

Sumedang Perlu Dibangun Banyak Telaga

Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sumedang menilai wilayah Sumedang bagian barat yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung perlu dibangun banyak situ atau telaga.

Penampungan air buatan tersebut sangat dibutuhkan sebagai wadah mengantisipasi datangnya musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sumedang Sujatmoko mengatakan, pembangunan umbungumbung (situ) harus menjadi perhatian khusus di wilayah barat Sumedang, Kecamatan Jatinangor dan Cimanggung, pada waktu yang akan datang.

Saat ini, kedua wilayah tersebut sangat rawan banjir dan kekeringan. “Situ-situ akan dibuat untuk penampungan air ketika musim hujan. Terbukti, beberapa wilayah Jatinangor dan Cimanggung ketika hujan selalu banjir dan ketika kemarau selalu sulit air,“ kata Sujatmoko. Di Jatinangor misalnya, kekurangan air ketika musim kemarau selalu terjadi. Hal itu terjadi karena air permukaan yang terbatas.

Alih fungsi lahan serta pembangunan yang sangat cepat menjadi salah satu penyebab kurangnya air ketika musim kemarau. Pada musim penghujan, banjir kerap datang karena serapan air berkurang. “Banjir selalu datang ketika musim penghujan. Perlu dilakukan penyediaan situ-situ untuk mengantisipasi agar keadaan tersebut tidak terjadi kembali,” kata Sujatmoko.

Sementara, anggota Komisi D DPRD Kabupaten Ermi Triaji mengatakan, tata ruang Kecamatan Jatinangor yang merupakan kawasan pendidikan tidak sesuai dengan pertumbuhan pembangunan yang sangat cepat. Setiap pembangunan di kawasan Jatinangor harus memperhatikan tata ruang. “Harus ada sinergi antara Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” kata Ermi.

Sebelumnya, Ketua Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sumedang Agus Sukandar mengatakan, pembukaan lahan terbuka hijau sebagai sarana publik sangat dibutuhkan di Jatinangor.

Namun, pembangunan lahan terbuka hijau tersebut sulit dilakukan salah satunya karena terkait lahan di wilayah tersebut yang sangat tinggi. “Saat ini, kawasan terbuka hijau cukup terdapat di wilayahwilayah kampus yang terdapat di sana,” kata Agus.
Read More »