08/08/15

Tata Ruang Jatinangor Harus Ditata Ulang

Peduli Tata Raung Sumedang, Kalangan akademisi menilai tata ruang atau zonasi di kawasan Jatinangor perlu ditata ulang karena terjadi benturan kepentingan penggunaan ruang untuk pendidikan, industri dan pemukiman. Apabila tata ruang Jatinangor akan ditetapkan sebagai kawasan pendidikan, industri mau tak mau harus dipindahkan.

“Kebutuhan zonasi pendidikan dengan industri, jelas berbeda. Tidak nyaman apabila udara segar yang dibutuhkan untuk mahasiwa belajar di kampus, terpolusi oleh industri. Untuk menciptakan kawasan pendidikan tak sekedar mendirikan kampus saja, melainkan perlu didukung lingkungan sosial dan kondisi alam yang nyaman. Perlunya udara sejuk, daerah resapan air, ruang terbuka hijau serta lingkungan masyarakat yang kondusif, harus dipikirkan untuk menciptakan kawasan pendidikan,” kata Pakar Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, Slamet Usman disela “Seminar Zonasi Pendidikan” yang diselenggarakan Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islan (HMI) Jabar di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Rabu (28/1/2015).

Menurut dia, kurang teraturnya tata ruang di Jatinangor saat ini khususnya untuk zonasi pendidikan, tak bisa diubah secara frontal. Pasalnya, sekarang sudah kadung banyak industri, pemukiman padat penduduk serta bangunan tinggi. Namun, guna mencegah terjadinya benturan kepentingan penggunaan ruang yang lebih parah, perlu ada rekontruksi ulang penataan zonasi. Jika tidak, akan memicu konflik sosial di masyarakat, kerusakan lingkungan serta permasalahan transportasi.

“Harusnya dari dulu Jatinangor dijadikan kawasan pendidikan dengan menyiapkan berbagai fasilitas dan aksesibilitas. Namun kenyataannya sekarang, kami belum pernah melihat site plane, mau seperti apa Jatinangor? Bahkan kami pun belum melihat langsung strategi pengembangan Jatinangor ke depan. Selama ini, acuannya hanya melihat ketersediaan lahan yang luas di Jatinangor. Semestinya, ada gambar besar (site plane) tentang penetapan zonasi sehingga tidak terjadi konflik kepentingan penggunaan ruang, seperti untuk industri, pemukiman maupun pendidikan,” ujar Slamet.

Ia mengatakan, kalangan akademisi menginginkan wilayah Jatinangor ditetapkan menjadi kawasan pendidikan tinggi. Untuk mencapainya, semua pemangku kebijakan dan pengelola perguruan tinggi mesti duduk bersama membahas perencanaannya. 

Selain itu, perlu dibuatkan regulasi oleh pemerintah. Cuma sayangnya, hingga kini belum pernah terdengar forum diskusi perguruan tinggi di Jatinangor dengan pemda setempat, membahas perencanaan maupun pembuatan regulasi masalah tata ruang.

“Padahal, komunikasi itu sangat penting, Lebih bagus lagi dengan provinsi. Sebab, kawasan pendidikan Jatinangor tak hanya terkait dengan Sumedang saja, melainkan kabupaten dan kota lainnya di Bandung Raya,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Acara Ali Rifki yang juga Ketua Bidang Infokom Badko HMI Jabar mengatakan, dari hasil penelitian di beberapa kota dan kabupaten di Jawa Barat, ternyata kawasan pendidikan di Jatinangor menjadi prototype kawasan pendidikan di Jawa Barat. 

Hal itu, dengan keberadaan beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta, seperti Unpad, ITB, IPDN dan Ikopin. “Hanya sayangnya, kawasan pendidikan di Jatinangor masih terbentur dengan kepentingan tata ruang untuk industri, pemukiman penduduk serta pembangunan apartemen belasan lantai,” ujarnya. 

Meski Pemkab Sumedang sudah menetapkan wilayah selatan Jatinangor sebagai kawasan pendidikan, lanjut dia, tetap saja masih ada yang membangun apartemen di dataran tinggi, bahkan berdekatan dengan pemukiman penduduk. Dampak lingkungannya, bisa menimbulkan longsor dan banjir akibat berkurangnya daerah resapan air. 

“Padahal, sebuah kawasan pendidikan, tak cukup hanya kegiatan belajar dan mengajar di kampus saja, melainkan harus didukung lingkungan sosial yang kondusif serta suasana alam yang nyaman. Jadi, tata ruang di Jatinangor ini masih belum teratur,” kata Ali.

Ia menilai, Jatinangor sebagai prototype kawasan pendidikan di Jabar, perlu didukung oleh penetapan tata ruang kawasan pendidikan yang jelas. Untuk mewujudkannya, harus segera dibuat peraturan daerah tentang tata ruang pendidikan di Jatinangor. Perda yang ada sekarang, hanya perda tata ruang secara umum yang meliputi kawasan industri, pemukiman penduduk dan pendidikan.

“Nah, melalui seminar ini kami mencoba membuka wawasan dan mencari peluang dibuatnya zonasi pendidikan. Output-nya, diharapkan pemerintah membuat perda tentang tata ruang pendidikan. Meski kondisi tata ruang di Jatinangor kadung tidak teratur dan tidak tertib, tidak ada kata terlambat untuk membenahinya,” ujar Ali. (salam plano)


Artikel Terkait :

0 komentar:

Posting Komentar